BREAKING NEWS

Jumat, 22 Juli 2022

Seberkas Impian

 

Oleh: Farhan Mubarak

Di atas angkutan umum, aku pun mulai berandai-andai. Badanku boleh jadi sedang ada di Indonesia, tapi pikiranku tidaklah demikian. Aku sudah membayangkan bahwa diriku sudah sampai di Universitas yang kudambakan itu. Benakku seolah sedang menyusuri setiap sudut Kota Kairo, menjelajah ke sana-kemari dengan riangnya di antara pepohonan-pepohonan kurma yang katanya banyak tumbuh di Timur Tengah. Bahkan telah kubayangkan diriku sedang naik unta setiap paginya bila ingin berangkat ke Universitas Al-Azhar. Seolah diriku sedang tawaf saat ini di dalam Masjid Al-Azhar, membayangkan di dalamnya ramai akan Syekh yang sandar di tiap tiangnya, dikelilingi oleh pemburu-pemburu ilmu yang haus akan pengetahuan agama. Pasti sangat menyenangkan kalau diriku sudah sampai di belahan dunia sana.

Aku turun dari angkutan umum dan memasuki pekarangan Universitas UIN Jakarta. Akhirnya tinggal sedikit lagi dan impianku akan tercapai. Hatiku sangatlah senang, tapi ternyata di situlah letak kesalahanku.

Sesampainya di loket pengurusan berkas, aku bertemu Usman, sahabat karibku yang juga lulus ke Timur Tengah.

"Hei Baso. Kau makan apa semalam? Senyummu pagi ini tak mau berhenti merekah. Kau juga ingin mengurus berkas, kan?”

“Hei Usman. Haha aku masih tak percaya bahwa diriku ini telah lulus. Apa mungkin aku sedang bermimpi ya?!”

"Tentu saja tidak kau sedang di dunia nyata." Usman mendekat dan merangkul pundakku. Tangannya kemudian bergerak ke wajahku dan mencubiti pipiku. Aww, aku meringis.

"Semuanya memang sudah ditakdirkan, Baso. Jadi kita harus senantiasa bersyukur, karena diberikan takdir yang kita impikan. Oh iya, apa kamu sudah mengurus berkas?"

"Belum, aku baru saja sampai."

"Terus berkas kamu mana?"

Pertanyaan itu membuat pikiranku tersentak. Berkasku ada di mana? Tangan kananku tak menggenggam sesuatu pun, tak ada apa-apa di sana. Aku berusaha mengingat-ingat keberadaan berkas itu, hingga ingatanku mengarah di angkutan umum tadi. Setelah kupikir-pikir di mana berkas itu, tetap saja ingatanku mengarah kesana. Tanpa pikir panjang aku pun berlari secepat mungkin untuk mencari angkutan umum tadi, barangkali belum jauh dari sini. Namun nihil, angkutan umum itu telah jauh pergi.

Tak terasa air mataku jatuh, rasanya mimpi-mimpi itu mulai menjauh. Oh Tuhan... akan kubawa kemana mimpiku setelah kejadian ini. Mungkinkah mimpi ini telah berakhir, atau memang aku tak layak menggapai mimpi itu. Apakah aku tidak bisa menjadi salah satu dari orang yang melangitkan mimpi? Wajah kecewa orang tuaku seketika bermunculan. Terbayang betapa sedih mereka, betapa harapan yang sudah dibangun pupus seketika hanya karena kendala administrasi. Ah, Membayangkannya saja rasanya begitu sakit, bagaimana seandainya kalau mereka tahu? Kuceritakan kejadian ini kepada Usman, sahabat karibku, berharap membagi keresahan dapat meringankan bebanku.

"Jangan putus asa, Baso. Dunia ini terlalu kecil dibanding mimpimu. Bukankah mudah saja bagi Tuhan membuat itu jadi nyata? Sebagaimana Firman-Nya jika hambaku meminta maka akan aku kabulkan masihkah kamu percaya dengan itu? Jika ya, bangkitlah dan teruskan usahamu Biarkan Tuhan yang bekerja sesuai cara-Nya". Usman mencoba meyemangatiku. Benar saja. kalimatnya membuatku tersadar kembali.

"Lalu aku harus bagaimana, Usman? Bagaimana mungkin aku bisa berangkat ke Mesir tanpa berkas-berkas itu?"

"Tenang... Nanti kita cari bersama-sama."

***

Matahari mulai tenggelam, tanda siang akan digulung malam. Kabar keberadaan berkas itu tak kunjung datang. Seluruh usaha telah aku kerahkan, hingga jarak putus asa sudah terasa sangat dekat. Aku mulai kelelahan. Mencari di berbagai tempat, hingga aku pergi ke terminal di tengah kota. Berharap berkas itu ditemukan, hasilnya selalu nihil. Kota ini terlalu besar untuk mencari berkas yang hilang.

"Permisi..... maaf pak. Apakah bapak pernah melihat atau menemukan berkas yang tercecer di mobil? berkas itu penting untuk saya," tanyaku pada salah seorang sopir.

"Maaf dek... bapak tidak pernah liat," jawabnya.

Semua sopir yang kutemui di sana telah kutanyai dengan pertanyaan yang sama, sayangnya semua jawaban mereka sama, tidak tahu! Aku mulai menyalahkan keteledoranku. Seharusnya ini tidak terjadi jika aku tidak lalai waktu itu, seharusnya berkas itu selalu bersamaku, protesku pada diri sendiri. Akupun mulai berpikir untuk membatalkan pendaftaran itu, dengan memberitahu mediator mengenai kendala yang aku alami.

Selang sebelum menghubungi mediator, seseorang me nelponku. "Siapa sih ini? Mengganggu saja, apa dia tidak tahu kondisiku saat ini ?" Dalam keadaan kesal, siapa saja bisa salah saat itu. Aku mencoba mengangkatnya.

"Assalamu alaikum, apa benar ini saudara Baso?"

"Iya Benar, ini siapa yah?" Tanyaku dengan penuh kebingungan

"Saya supir angkot yang kemaren kamu tumpangi saya temukan berkas, dan kebetulan ada nama dan nomor telpon kamu, jadi aku pikir ini punya kamu."

"Subahanallah...!!! Bapak serius? Benar... itu punya saya.”

“Iya dek... maaf yahh baru sempat nelpon kamu, karena bapak baru ada pulsa.”

Betapa keajaiban Tuhan datang padaku, berkas itu tertinggal di mobil angkutan umum yang ditemukan oleh seorang supir yang saat itu menelponku.

 

ADDARIAH EDISI 57, 20 APRIL 2019

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Addariah. Designed by OddThemes