Ketika manusia tergelincir kepada sebuah kesalahan, tuhan senantiasa memantau dan menunggunya pulang, pintu maaf-Nya terbuka lebar dan menyayangi hamba yang bertaubat. Namun apabila hamba-Nya berani mempersekutukan-Nya, apakah pintu maaf itu masih ada?
Kesempurnaan ibadah seseorang akan terhapus disebabkan karena melakukan perbuatan syirik. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam QS al-Zumar/39:65 "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” Dijelaskan pada tafsir tahlili bahwa pada ayat ini, Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad Saw bahwa Dia telah mewahyukan kepadanya dan nabi-nabi sebelumnya, bahwa sesungguhnya apabila dia mempersekutukan Allah, maka terhapuslah segala amal baiknya yang telah lalu. Inilah suatau peringatan keras dari Allah kepada manusia agar jangan sekali-kali mempersekutukan Allah dengan yang lain, karena perbuatan itu adalah syirik dan dosa syirik itu adalah dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah Swt.
Syirik menurut Anregurutta adalah mensyarikatkan Allah dengan sesuatu baik dalam hati, ucapan, perbuatan maupun i’tikad (keyakinan) kepada sesama makhluk yang memiliki kemampuan mendatangkan manfaat dan menolak mudharat, menghidupkan dan mematikan mendatangkan penyakit dan menyembuhkannya serta mendatangkan kebahagiaan dan kesengsaraan misalnya; meminta melalui berhala, tempat yang dianggap keramat, juga batu gunung, kuburan, pohon kayu, sungai dan lain-lain.
Sebagai makhluk ciptaan Allah Swt, manusia secara fitrah memiliki naluri untuk menghambakan diri kepada-Nya, salah satu naluri yang paling benar adalah mencari ketenangan yang bersumber kepada Allah Swt dan menjalankan ajaran islam yang mengarahkan kita kepada perbuatan baik hingga menghasilkan keseimbangan antara aspek lahir batin, dunia dan akhirat.
Namun tidak semua manusia dapat menyalurkan naluri itu ke jalan yang sesuai dengan syariat islam. Dengan keterbatasan akal dan pengetahuan, sebagian manusia berusaha mencari hakikat perenungan, namun adapula yang tersesat dikarenakan ketidakmerataan dakwah di daerah tertentu maupun budaya yang dijunjung tinggi tanpa dibarengi dengan pengetahuan syariat yang benar Ada beragam budaya dan tradisi yang ada di Indonesia, yaitu nyarang hujan atau masyarakat bugis mengistilahkan dengan mappanini bosi. Tradisi ini biasanya dilakukan ketika ada hajatan atau kegiatan tertentu dalam rangka ikhtiar agar hujan tidak turun. Hal ini dilakukan dengan meminta bantuan kepada pawang hujan.Merujuk kepada akidah yang tulen, jika meyakini pawing hujan sebagai pengendali hujan, maka hal ini tidak dibenarkan sama skali di dalam islam dan membawa kepada perbuatan syirik ( NU Online Jatim)
Harus dipahami bahwa posisi pawang adalah seorang hamba. Hanya Allah Maha Kuasa yang dapat mengendalikan dan mengehentikan hujan, oleh karena itu hal yang harusnya dilakukan adalah meminta dengan permintaan yang serius kepada Tuhan yang Maha Esa, permohonanan ini telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam satu riwayat yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud RA, ia berkata: “Nabi SAW jika berdoa kepada Allah SWT maka berdoa tiga kali, jika memohon kepada Allah SWT maka memohon tiga kali)”.
Syaitan akan selalu berupaya menggoda manusia agar dapat tergelincir pada kesesatan, sebagaimana yang telah ia lakukan kepada nenek moyang kita Adam dan Hawa : “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga.”(Qs. Al-A’raf 7:27). Lalu upaya apa yang dapat dilakukan agar dapat terhindar dari tipu daya kesesatan?
Pada buku Eksistensi Ahlu Sunah wal jama’ah dalam pemikiran Islam, karya : Karya Dr. Hj. Nurlaelah Abbas, Lc., MA. Bahwasanya Anregurutta memberikan upaya untuk mengantisipasi dari pebuatan syirik adalah perlunya menjauhi 3 jenis syirik yaitu : Pertama, Syirik besar (Appaddua battoa) yakni semua bentuk penyembahan terhadap berhala atau mensyarikatkan Allah dengan sesuatu: “Sesungguhnya berhala-berhala ynag kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar”. QS al-A’raf/ 7:194-195.
Kedua, Syirik pertengahan (appaddua lalotengnga) yaitu menyangku kepercayaan “pemmali” (pantang larang) yang tidak rasional, bukan hanya orang awam yang terjerumus di dalamnya tapi juga cendekiawan biasa terjerumus tanpa disadari. Salah satu upaya AG. KH. Abdul Rahman Ambo Dalle dalam menolak kemusyrikan adalah memelihara keetauhidan, dan bila dibiarkan bahayanya dapat merusak aqidah Islam bahkan membawa kepada kekufuran.
Ketiga, syirik kecil (appaddua baiccu), yaitu salah satunya mengerjakan sesuatu dengan harapan agar dipuji orang lain (riya) atau poji riale. Perbuatan syirik ini tidak sampai menyebabkan seseorang keluar dari Agama Islam, tidak seperti syirik besar.
Salah satu usaha memperkokoh tauhid dan kepercayaan terhadap Allah SWT adalah dengan keyakinan yang teguh dan I’tiqad yang kuat, yakni keyakinan yang tidak mudah diombang-ambing oleh derasnya pengaruh negative kehidupan. Tauhid yang seperti itu akan menimbulkan dorongan untuk mendapatkan kenikmatan, keselamatan dan kebahagiaan yang ada pada sisi Allah SWT.
Mengingat bahwa memperkokoh tauhid adalah hal yang sangat penting, maka Imam Al-ghazali menyarankan pendekatan kepada anak-anak maupun masyarakat awam yang ternyata telah dikembangkan oleh Anregurutta, yaitu memulai dengan menghafal kandungan akidah yang diikuti dengan memahami isi kandungan akidah tersebut, dii’tiqadkan dengan penuh kepercayaan dan dibenarkan dengan penuh keyakinan.
Dapat dipahami bahwa dengan kokohnya akidah yang kita miliki akan menjadikannya sebagai benteng penghalang dari segala godaan syaitan yang dapat menjerumuskan kepada kesyirikan. Dengan kuat nya akidah yang disertakan dengan pengetahuan yang telah Anregurutta wariskan dalam mengantisipasi diri dari perbuatan syirik, maka cukuplah pegangan ini menjadi pencegahan dasar dari perbuatan syirik di sekitar.

Posting Komentar