Kali ini, kami selaku tim wawancara Buletin Addariah
menyajikan reportase kami via WhatsApp dengan salah seorang mantan Penggawa
IADI Mesir periode 2013-2014, Saudara Muhammad Rifqi Ahrar, Lc. berbagi
sekelumit hal yang menjadikan IADI Mesir almamater terbaik.
1-
Faktor-faktor apa saja yang
menjadikan IADI sebagai almamater terbaik tahun 2013?
Ada dua faktor utama sehingga IADI
dinobatkan sebagai almamater terbaik pada PPMI Award tahun 2013. Pertama,
prestasi akademik anggota di tiap strata. Kedua, IADI cukup aktif dalam
menjalankan kegiatannya dan “terlihat” oleh PPMI.
Mengenai faktor pertama, saya ingat
betul pada tahun 2013 banyak anggota IADI yang menjadi wisudawan dan
berprestasi. Bukan hanya jenjang S-1, tapi S-2 juga S-3. Untuk jumlah pastinya,
bisa dirujuk kembali pada database IADI Mesir. Jadi kategori “banyak” yang saya
maksud, sebab melibatkan semua tingkatan. Sedang dari almamater lain,
kebanyakan wisudawannya hanya pada jenjang S-1.
Adapun faktor kedua, pada dasarnya
IADI Mesir selalu aktif berkegiatan di tiap tahunnya, utamanya pada departemen
pendidikan. Namun untuk “terlihat” eksis, apalagi oleh PPMI tergantung seberapa
intens pengurus dalam mempublikasi kegiatan organisasi utamanya di medsos, dan pengurus
IADI media 2013 juga mampu menghadirkan hal tersebut. Saya rasa demikian.
2-
Faktor-faktor apa saja yang
menjadikan turunnya peranan IADI sebagai almamater yang pernah sukses?
Sebenarnya, tiap tahun IADI selalu
sukses dengan kapasitas pengurusnya masing-masing. Hanya saja, jika sukses yang
dimaksud adalah penghargaan sebagai almamater terbaik, tentu PPMI punya
“standar” tersendiri dalam menentukan hal tersebut.
Setelah tahun 2013, ada beragam
faktor hingga IADI tak lagi menjadi almamater terbaik. Diantaranya, faktor prestasi
akademik anggota. Misalnya, sebagai ketua IADI tahun 2013-2014, kami tetap
menjaga bahkan meningkatkan beberapa aspek dari program kerja dan aktif
mempublikasikannya. Hanya saja pada tahun itu, kelulusan anggota IADI pada tiap
jenjang S-1, S-2 dan S-3 memang tak semeriah di tahun 2013. Sehingga, sedikit
banyaknya, hal ini berpengaruh pada penilaian “almamater terbaik”. Faktor
selanjutnya, kesolidan dan kekompakan pengurus. Sering kali, saya melihat
semangat dan kekompakan pengurus hanya terlihat di awal masa kepengurusan saja.
Padahal, penilaian PPMI Award tentu melihat satu periode kepengurusan penuh.
Faktor terakhir mungkin, IADI masih terlalu fokus pada aspek internal. IADI
kurang berinteraksi dengan almamater atau organisasi lain dalam program
kerjanya.
Sehingga pada saat yang sama hal itu
mengakibatkan IADI terlihat kurang eksis oleh yang lain, juga oleh PPMI.
Termasuk dalam hal ini, IADI kurang mempublikasikan kegiatannya pada khalayak
ramai, utamanya di medsos. Meski padat kegiatan, jika tak dipublis, tetap
membuat IADI seolah tak eksis. Untuk mendongkrak penilaian, tentu IADI perlu
“terlihat”, utamanya oleh PPMI.
3-
Bagaimana upaya yang tepat dalam mendongrak
prestasi IADI terutama menjadikan almamater terbaik?
Singkat, cukup dengan komitmen dan
konsistensi. Terlihat sederhana namun sulit dalam pelaksanaannya.
Titik beratnya, tentu kembali pada
komitmen para pengurus khususnya dan seluruh anggota IADI secara umum, seberapa
penting IADI ini bagi mereka dan seberapa ingin mereka untuk menjadi yang
terbaik. Adapun penasehat dan dewan konsultatif, sekedar mengawal dan memberi
masukan yang dianggap perlu demi kemajuan organisasi.
Jika komitmen sudah ada, selanjutnya
pengurus perlu memastikan kembali, apa saja kriteria penilaian dari PPMI
sebagai penyelenggara penghargaan ini. Setelah itu, tinggal bagaimana IADI
menjaga konsistensinya. Konsisten dengan semangatnya. Konsisten akan
kekompakannya. Juga konsisten terhadap target yang ingin dicapai.
4-
Apa pandangan kakanda tentang IADI
saat ini?
Sangat potensial untuk menjadi lebih
baik. Melihat banyaknya anggota baru, pada saat yang sama tentu membawa
semangat baru. Meski pada almamater lain kurang lebih juga demikian, namun
keberadaan anggota mutlak diperlukan. Ibarat sebuah rumah, apa jadinya jika tak
berpenghuni? Betapa pun, anggota-lah yang membuat organisasi terus bergerak.
Selanjutnya, bagaimana peran
penasehat untuk terus mengawal dan membimbing adik-adik baru. Sehingga
regenerasi dalam tubuh organisasi tetap berjalan optimal. Dengan begitu, tiga sampai
lima tahun kedepan, kita melihat IADI yang makin solid dan makin berkarakter,
sehingga siap bersaing dan kian diperhitungkan di kalangan Masisir
5-
Saran kakanda untuk IADI saat ini?
Saya bisa mengatakan pada kawan-kawan
IADI selain menjadi sarana silaturahmi dan menjalin kekeluargaan sebagai sesama
anak rantau, pandanglah IADI ini sebagai wadah untuk melatih diri. Memandang
tiap forum IADI sebagai miniatur Indonesia, sebelum terjun ke masyarakat
Indonesia sesungguhnya nanti. Jika Al-Azhar menyiapkan ilmunya, maka di IADI
kita belajar untuk menuangkan ilmu tersebut, lisan maupun tulisan.
Kekuatan utama IADI ada pada
nadwahnya. Dengan aneka variannya, nadwah IADI memang dimaksudkan sebagai ajang
berlatih, agar kelak pulang ke Indonesia "tidak kaku" berhadapan
dengan masyarakat. Cukup dengan rajin hadir di nadwah IADI, sadar atau tidak
sadar, sebenarnya para anggota sedang belajar membaca, berargumen, dan menulis.
Khusus untuk pengurus, pandanglah
IADI sebagai sarana untuk mendulang pahala. Sebagai wadah untuk terus memberi
manfaat pada anggota. Perkuat internal, dengan meningkatkan kerapihan
administrasi organisasi, juga menjaga relevansi program kerja. Dengan tetap
menyeimbangkan kegiatan eksternal, baik yang sifatnya ilmiah atau di bidang
olahraga. Yaitu terus menjalin relasi dan silaturahmi dengan organisasi atau
almamater lain. Dengan begitu, IADI turut terlibat dalam dinamika Masisir.
6-
Sebagai almamater terbaik 2013,
masihkah IADI memiliki kapabilitas dalam bersaing dengan almamater yang lain?
Beberapa tahun belakangan, IADI sudah
cukup dikenal di kalangan Masisir. Hal ini disebabkan, antara lain,
keikutsertaan IADI dalam berbagai event Masisir utamanya dalam kejuaraan
olahraga. Selain juara, IADI termasuk "langganan” empat besar. Hal ini
menjadikan IADI sudah cukup diperhitungkan di kalangan Masisir, utamanya dalam
konteks almamater. Mengenai kapabilitas sebagai almamater terbaik, IADI selalu
punya peluang untuk hal itu. Tinggal bagaimana komponen IADI secara keseluruhan
berkomitmen dan punya target ke sana.
Hanya saja, jika merujuk pada dua
faktor utama kesuksesan IADI sebagai almamater terbaik tahun 2013, tentu
tidaklah mudah. Sebab prestasi akademik anggota dalam setiap jenjang strata
tidak selalu ada tiap tahun. Sebab butuh bertahun-tahun menunggu adanya "anggota
yang lulus S-2 dan S-3. Terlepas dar faktor itu, semua tolak ukur penilaian
“almamater terbaik” saya rasa bisa diupayakan.
7-
Perlukah IADI bangkit dan bersaing
kembali menjadi almamater terbaik lagi?
Dewan penasehat selalu mengawal dan
mendorong IADI menjadi lebih baik. Hanya saja, hal ini tentu kembali pada para
pengurus sebagai penggerak organisasi. Dorongan dan motivasi dari penasehat
menjadi tak berarti, jika sedari awal pengurus tidak berkomitmen akan hal itu.
Alhamdulillah, dari tahun ke tahun IADI senantiasa berbenah, baik secara
internal maupun eksternal. Meraih prestasi eksternal baik, dalam hal ini PPMI
Award tentu punya standarnya sendiri dalam menentukan siapa yang terbaik. Namun
tak kalah pentingnya bagaimana menjaga prestasi secara internal, menjaga
kesolidan antar komponen IADI secara utuh.
Ada banyak almamater di Masisir,
meraih predikat sebagai almamater terbaik, sedikit banyaknya akan mendongkrak
nama organisasi. Jadi prestasi ini tetap penting, agar kita tak dipandang
sebelah mata, sekaligus membuktikan bahwa IADI Mesir benar-benar ada dan
senantiasa menebar manfaat. Sukses buat IADI Mesir!
(Tim Wawancara Addariah)
ADDARIAH EDISI 57, 20 APRIL 2019
Posting Komentar