Oleh: Muhammad Alim Nur
Perkembangan agama Islam
merupakan salah satu perkembangan agama yang terbesar di Indonesia setelah
perkembangan agama Hindu dan Budha, masuknya Islam di daerah Nusantara sudah
sangat lama dikarenakan adanya hubungan dagang dengan bangsa luar Nusantara,
walaupun kebenarannya masih diperdebatkan.
Masuknya Islam di daerah
Sulawesi terbilang terlambat dari daerah lain untuk seluruh wilayah Indonesia.
Masuknya Islam di daerah ini diawali dengan datangnya para datuk yang berasal
dari Minangkabau.
Biografi Tokoh
Datuk ri Bandang bernama
asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal adalah seorang ulama dari Koto
Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan di
wilayah timur nusantara, yaitu Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa, Kerajaan Tallo dan
Kerajaan Gantarang (Sulawesi) serta Kerajaan Kutai (Kalimantan) dan Kerajaan
Bima (Nusa Tenggara).
Datuk Patimang atau Datuk
Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung adalah seorang ulama dari Koto Tangah,
Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke Kerajaan Luwu. Dalam menjelaskan
dakwahnya ajaran Tauhid yang menjadi pegangannya dengan metode mempergunakan
kepercayaan lama sure I Lagaligo sebagai cara pendekatannya.
Datuk ri Tiro, bernama
asli Nurdin Ariyani/Abdul Jawad, dengan gelar Khatib Bungsu serta dalam
menjalankan dakwahnya ia melakukan pendekatan tasawuf yang juga berasal dari
Minangkabau.
Dalam proses penyebaran
Agama Islam di Sulawesi Selatan dikenal dengan tiga Mubalig asal Minangkabau
atau dikenal dengan Datuk Tallua (Tiga Datuk).
Dalam menyebarkan agama
Islam, para datuk membagi ke dalam beberapa wilayah. Datuk ri Bandang yang ahli
fikih berdakwah di Kerajaan Gowa dan Tallo, sedangkan Datuk Patimang yang ahli
tentang tauhid melakukan syiar Islam di Kerajaan Luwu, sementara Datuk ri Tiro
yang ahli tasawuf di daerah Tiro dan Bulukumba.
Kedatangan ke Sulawesi
dan Syiar Agama Islam
Pada mulanya Datuk ri
Bandang bersama Datuk Patimang melaksanakan syiar Islam di wilayah Kerajaan
Luwu, sehingga menjadikan kerajaan itu sebagai kerajaan pertama di Sulawesi
Selatan, Tengah dan Tenggara yang menganut agama Islam. Kerajaan Luwu merupakan
kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan wilayah yang meliputi Luwu, Luwu
Utara, Luwu Timur serta Kota Palopo, Tana Toraja, Kolaka (Sulawesi Tenggara)
hingga Poso (Sulawesi Tengah).
Dengan pendekatan dan
metode yang sesuai, syiar Islam yang dilakukan Datuk ri Bandang dan Datuk
Patimang dapat diterima Raja Luwu dan masyarakatnya. Setelah itu agama Islam
dijadikan agama kerajaan dan hukum-hukum yang ada dalam Islam pun dijadikan
sumber hukum bagi kerajaan.
Datuk Patimang lebih banyak
menyebarkan Islam di daerah Suppa, Soppeng, Wajo dan Luwu, sedangkan Datuk Tiro
lebih banyak menyebarkan Islam di selatan Sulawesi meliputi Bantaeng dan
Bulukumba.
Datuk Patimang wafat dan
dimakamkan di Luwu, sedangkan Datuk ri Tiro wafat dan dimakamkan di Tiro,
Bulukumba. Datuk ri Bandang disebutkan berperan memperkenalkan ajaran Islam
kepada Raja Tallo dan Raja Gowa di awal abad ke 17.
Berkat pengaruhnya, I
Malingkang Daeng Manyonri atau Sultan Alauddin I yang juga Raja Tallo XV,
bersedia memeluk Islam. Dia merupakan orang pertama di Sulawesi Selatan yang
memeluk Islam melalui pengaruh Datuk ri Bandang. Oleh karena itu pula Kerajaan
Tallo sering disebut-sebut sebagai pintu pertama Islam di daerah ini.
Penerimaan Islam secara resmi oleh Raja Tallo ini terjadi pada malam Jumat 9
Jumadil Awal 1014 H /atau 22 September 1605 M.
Setelah Raja Tallo
memeluk Islam, menyusul Raja Gowa XIVV juga mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah proses pengislaman berlangsung di kalangan istana, Raja Gowa kemudian
secara resmi mengumumkan bahwa Kerajaan Gowa dan seluruh daerah kekuasaannya
resmi beragama Islam. Sejak saat itu pula, Datuk ri Bandang diberi keleluasaan
untuk mengajarkan Islam kepada rakyat Gowa-Tallo.
Raja Gowa, Manga’rangi
Daeng Manrabia dan Raja Tallo, I Malingkang Daeng Manyonri beserta rakyatnya
masuk Islam. Di kemudian hari sang ulama itu pun akhirnya wafat dan dimakamkan
di wilayah Tallo.
Sementara itu, Datuk
Patimang menetap di Kerajaan Luwu dan meneruskan syiar Islamnya ke rakyat Luwu,
Suppa, Soppeng, Wajo dan lain-lain yang masih banyak belum masuk Islam.
Dikemudian hari sang penyebar Islam itu-pun akhirnya wafat dan dimakamkan di
Desa Patimang, Luwu. Sedangkan Datuk ri Tiro melakukan syiar Islam di wilayah
selatan, yaitu Tiro, Bulukumba, Bantaeng dan Tanete yang masyarakatnya masih
kuat memegang budaya sihir dan mantra-mantra. Datuk ri Tiro yang kemudian
berhasil mengajak raja Karaeng Tiro masuk Islam di kemudian hari juga wafat dan
dimakamkan di Tiro atau sekarang Bontotiro.
Terdapat perbedaan
pendapat terkait datangnya Datuk ri Bandang di Sulawesi. Sebagian berpendapat
bahwa kedatangannya adalah atas permintaan komunitas Melayu di Somba Opu kepada
Ratu Aceh. Sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa Datuk ri Bandang datang
ke Sulawesi karena diutus oleh Sunan Giri.
Sebagaimana yang
dijelaskan oleh KH. Ahmad Baso ketika berkunjung ke KKS Mesir bahwa Datuk ri
Bandang menyebarkan Islam ke Sulawesi karena diutus oleh Sunan Giri.
Murid Sunan Giri
Datuk ri Bandang adalah
santri Sunan Giri. Bersama dua ulama lainnya, yakni Datuk Sulaiman dan Datuk ri
Tiro, Datuk Ri Bandang. Mereka belajar mengenai budaya masyarakat Sulawesi
Selatan dari para pelaut Bugis-Makassar ketika meninggalkan Minangkabau menuju
Riau.
Selanjutnya, Datuk ri Bandang
singgah dan berguru kepada Wali Songo, khususnya Sunan Giri, di Tanah Jawa. Hal
ini tercatat dalam Panambo Lombok, yang juga didukung oleh keterangan dalam
Lontara Wajo, bahwa Datuk ri Bandang adalah jejaring Sunan Giri yang
menyebarkan Islam di tanah Makassar. Dan ini diafirmasi oleh KH. Ahmad Baso
selaku Tokoh Muda NU Periset Pesantren dan Islam Nusantara saat berkunjung ke
Baruga KKS Mesir tahun lalu.
Kita patut bangga bahwa
keislaman di pulau Sulawesi masih tersambung sanadnya dengan keislaman di pulau
Jawa yang tokoh penyebarannya biasa dikenal dengan Wali Songo yang memiliki
semangat yang tinggi dalam berdakwah menyebarkan agama Islam.
Posting Komentar