![]() |
Al-Azhar University |
Oleh: Muhammad Adam Nur
Universitas
Al-Azhar merupakan salah satu Universitas ternama dan terpandang di dunia.
Bagaimana tidak? Lembaga pendidikan yang telah berumur 1052 tahun ini sukses
menjadi Universitas Islam yang paling konsisten melahirkan ulama-ulama besar di
berbagai penjuru dunia dalam berbagai disiplin ilmu agama. Dengan segala
pencapaian ini, maka bukan hal yang mengherankan lagi bila Al-Azhar sebagai
pilihan untuk melanjutkan jenjang sarjananya. Dilansir dari website goodstats.id
bahwa Universitas Al-Azhar Mesir berada diurutan ke-3 Universitas dengan jumlah
mahasiswa terbanyak di dunia dengan total 425 ribu pelajar dari seluruh penjuru
dunia.
Melihat
dari fenomena ini, hal pertama yang tergambar adalah kondisi kampus yang sesak
tiap harinya, ruangan kelas yang senantiasa penuh, namun benarkah demikian? Nyatanya
realita yang terjadi di lapangan berbeda 180 derajat. Suasana kampus yang
terbilang sepi dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang ada, ruangan kelas
yang sepi, dan bangku-bangku yang kosong tak berpenghuni. Ya, memang terdengar
aneh, akan tetapi inilah fakta yang tidak bisa dimungkiri.
Lewat
tulisan ini, penulis mengajak pembaca untuk bersama-sama merenungi dan
menganalisa penyebab fenomena ini terjadi.
Tidak Ada Absensi
Di
antara ciri khas belajar di Al-Azhar adalah tidak adanya absensi dari pihak
Al-Azhar sendiri yang membuat para mahasiswanya bebas untuk memilih hadir di
kelas ataupun tidak. Akan tetapi, seakan ini merupakan nasihat tersirat untuk
kita bahwa belajar di Al-Azhar tidak hanya berpegang pada kecerdasan tapi juga
pada kesadaran. Kebijakan ini pun juga menggiring kita pada dua kemungkinan; pertama,
banyaknya mahasiswa di Al-Azhar yang
meyebabkan absensi ditiadakan. Kedua, tidak adanya absensi membuat para
mahasiswanya banyak yang tidak hadir di kuliah.
Banyaknya Talaqqi
Metode
pendidikan di Al-Azhar yag terkenal dan senantiasa menjadi pegangan adalah
metode “Jami’ (Masjid) dan Jamiah (Universitas)” yang memadukan
antara pendidikan akademik dan non akademik. Dengan metode ini, Al-Azhar sukses
membetuk alumni yang intelektualis dan karismatik. Banyaknya tempat dan
padatnya jadwal talaqqi ini mungkin menjadi salah satu alasan
berpalingnya sebagian pelajar dari hadirnya ke kuliah.
Kurangnya Penguasaan
Bahasa
Bahasa
memang seringkali menjadi kendala bagi para anak rantau yang menuntut ilmu di
negeri orang. Itulah juga yang dirasakan sebagian besar pelajar asing di
Al-Azhar atau yang akrab disebut wafidin. Terlebih lagi kalau dosen yang
mengajar tidak menggunakan bahasa arab fushah (baku) yang menyebabkan
ilmu yang disampaikan tidak sepenuhnya ditangkap oleh mahasiswa, sehingga banyak
yang memilih tidak hadir.
Bersikap
dari faktor-faktor di atas yang sebenarnya tidak mutlak bisa dikatakan penyebab
menurunnya minat hadir para pelajar. Contohnya saja masalah absensi yang
sebenarnya sama sekali bukan penghambat bagi penuntut ilmu yang benar-benar ikhlas.
Adapun talaqqi yang tersebar luas, sebenarnya difungsikan sebagai
penunjang dalam menuntut ilmu di Mesir bukannya dijadikan alasan untuk tidak
hadir di kuliah. Menoleh ke masalah bahasa, yah memang inilah yang merupakan
kendala terbesar mayoritas pelajar asing. Tapi apakah kita hanya dituntut untuk
pasrah tanpa usaha? Tentu saja tidak, bahkan bila kita sadar akan kekurangan
kemampuan bahasa kita seharusnya itu dijadikan sebagai cambukan untuk lebih
giat untuk hadir di kuliah untuk membiasakan telinga kita mendengar dan
mencerna maklumat yang disampaikan dosen dalam bahasa arab.
Yah,
ini hanya sebagian kecil dari banyaknya alasan yang muncul dikalangan
mahasiswa. Kita belum berbicara tentang kesibukan organisasi, komiunitas-komunitas,
kesibukan bisnis dan lain-lain.
Dan
muara dari semua itu adalah instropeksi diri masing-masing, mulai untuk menyadari diri untuk menyadarkan diri
untuk kembali ke garis lurus tujuan awal kita kesini. Teringat pesan salah seorang guru kami yang mengatakan:
“Perhatikan skala prioritas, perhatikan mana yang paling penting, yang penting,
dan kurang penting. Kalian ke Mesir tentu saja yang paling penting adalah
kuliah, kemudian penunjangnya seperti talaqqi, dan pengembangan diri
seperti organisasi”.
Posting Komentar