BREAKING NEWS

Kamis, 20 Juli 2023

Modernisasi Kurikulum Pendidikan Al-Azhar

 

Masjid Al-Azhar

Oleh: Muhammad Alim Nur

Kurikulum memiliki peran penting demi menciptakan generasi muda yang cerdas, berkompetensi, berkarakter, berakhlak, dan menciptakan ide-ide baru, dan dapat bertanggung jawab. Dengan adanya kurikulum yang baru dan terdapat pembaharuan ke arah yang positif dan efisien, tentunya akan menciptakan pembelajaran yang dapat mencapai tujuan bersama.

Kurikulum adalah seperangkat gagasan-gagasan baru yang dirancang secara bersama dengan memikirkan kekurangan serta kelebihannya secara matang, sehingga dapat menjadi suatu konsep yang tepat yang dapat digunakan pada proses pendidikan.

Begitulah yang terjadi di Mesir ketika pasukan Prancis datang ke Mesir. Pembaharuan dan modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di Alexandria, Mesir pada tanggal 2 Juli 1798 M, sepuluh tahun setelah Revolusi Prancis. Tujuan utamanya adalah menguasai daerah Timur, terutama India. Napoleon Bonaparte menjadikan Mesir, hanya sebagai batu loncatan saja untuk menguasai India, yang pada waktu itu dibawah pengaruh kekuasaan kolonial Inggris. Kedatangan Napoleon ke Mesir tidak hanya dengan pasukan perang, tetapi juga dengan membawa 167 orang di antaranya pakar ilmu pengetahuan, 2 set percetakan dengan huruf latin; Arab, Yunani, peralatan eksperimen; teleskop, mikroskop, kamera, serta 1000 orang sipil; 500 laki-laki dan 500 perempuan.

Tidak hanya itu, Napoleon pun mendirikan lembaga ilmiah bernama Institut d’Egypte, pembangunan yang mengenalkan sejarah dan ilmu pengetahuan modern terhadap Mesir pada Eropa modern melalui karya yang mereka tulis. Ilmu-ilmu yang terdiri dari empat elemen, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan politik, serta ilmu sastra dan kesenian. Lembaga ini bertugas memberikan masukan bagi Napoleon dalam memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka untuk umum terutama cendekiawan Islam.

Masuknya pasukan Prancis ke Mesir adalah momen pertama kali ilmuwan Islam berinteraksi langsung dengan peradaban Eropa. Perpustakaan yang dibangun oleh Napoleon sangat menakjubkan karena Islam direpresentasikan dalam berbagai bahasa dunia. Untuk memenuhi kebutuhan ekspedisinya, Napoleon berusaha keras mengenalkan teknologi dan pemikiran modern kepada Mesir serta menggali Sumber Daya Manusia (SDM) Mesir dengan cara mengalihkan budaya Perancis kepada masyarakat setempat. Sehingga dalam waktu yang tidak lama, banyak di antara cendekiawan Mesir belajar tentang perpajakan, pertanian, kesehatan, administrasi, dan arkeologi.

Dengan berbagai kemajuan yang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, sehingga kedatangan Napoleon Bonaparte ke Mesir membawa dampak kepada pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di al-Azhar.

Pendudukan Napoleon di Mesir, ternyata menyadarkan umat Islam pada masa itu akan ketertinggalannya dengan negara-negara Eropa, sehingga memicu intelektual-intelektual Muslim untuk melakukan pembaharuan demi mengejar ketertinggalan dari bangsa Barat. Salah satunya adalah Muhammad Abduh.

Di antara sekian banyak tokoh pembaru Islam, Muhammad Abduh (1849-1905 M) adalah salah satu tokoh monumental yang sangat bersemangat melakukan pembaruan bagi dunia Islam, terutama di bidang pendidikan dan intelektual. Muhammad Abduh sebagai tokoh pembaruan dalam Islam patut dikenang, diteladani, dan direkonstruksi pemikirannya karena beliau telah banyak berjuang untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang sebelumnya bersifat statis menjadi lebih dinamis.

Muhammad Abduh adalah sosok yang memiliki pengaruh besar dalam membawa era baru bagi al-Azhar. Abduh tidak hanya melakukan reformasi secara kelembagaan saja, akan tetapi juga reformasi pemikiran keagamaan.

Perjuangan Muhammad Abduh dalam mereformasi sistem pendidikan di al-Azhar bukanlah hal yang mudah untuk direalisasikan karena banyaknya ulama konservatif di kampus al-Azhar yang menentang mati-matian usaha pembaruan yang ingin dilakukan Muhammad Abduh. Usaha awal reformasi sistem pendidikan al-Azhar yang dilakukan oleh Muhammad Abduh adalah memperjuangkan mata kuliah yang dianggap sebagai barang haram oleh para ulama al-Azhar, yaitu mata kuliah filsafat dan mantik untuk diajarkan di al-Azhar. Muhammad Abduh berharap dengan mempelajari kedua ilmu tersebut, semangat intelektualisme Islam yang padam diharapkan dapat kembali bersinar.

Selanjutnya, Muhammad Abduh menyampaikan lima misi reformasi al-Azhar yang dilakukan dengan kerja sama Syaikh Hassunah al-Nawawi selaku Grand Syaikh al-Azhar pada masa itu.

Pertama, mengubah sistem halaqah menjadi sistem kelas yang terjadwal. Langkah ini penting untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas para mahasiswa, karena sistem kelas ini terbukti sebagai salah satu sistem terbaik.

Kedua, melaksanakan ujian rutin untuk mengukur kemampuan akademis mahasiswa yang mencakup pemahaman dan kemampuan hafalan, mengingat sebelumnya memang belum ada sistem ujian rutin yang dilakukan untuk mengukur kemampuan mahasiswa kecuali hanya sekedar pengecekan hafalan.

Ketiga, menggunakan buku-buku primer yang dikarang oleh ulama yang memiliki otoritas di dalamnya, bukan menggunakan buku-buku sekunder (sharh) yang dikarang oleh sebagian guru. Hal ini dimaksudkan agar materi yang sampai kepada pelajar merupakan sebuah pemikiran yang sesuai dengan sumber asli.

Keempat, memperkaya kurikulum dengan materi-materi baru, bahkan hal-hal yang tidak ada dalam khazanah keilmuan al-Azhar termasuk ilmu-ilmu pengetahuan modern dan sains seperti etika, sejarah, geografi, ilmu matematika, aljabar, ilmu ukur, dan ilmu bumi.

Kelima, pengembangan perpustakaan dengan memperkaya koleksi literatur perpustakaan, sehingga mahasiswa dapat memanfaatkan buku-buku tersebut dengan baik dan pengetahuan mereka pun semakin kaya.

Kelima misi tersebut berhasil direalisasikan dengan kerja sama yang baik antara Muhammad Abduh dan para ulama al-Azhar, terutama dengan Grand Syaikh al-Azhar, Syaikh Hassunah al-Nawawi. Majlis al-Idarah atau Dewan Administratif adalah lembaga yang didirikan untuk merealisasikan misi tersebut.

Tidak hanya sebatas itu, Muhammad Abduh juga mengajak orang kaya agar membangun madrasah dan ruang sekolah untuk memperhatikan dan menyiarkan pendidikan serta memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan.

Dari sini kita dapat melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Muhammad Abduh untuk memperbaharui sistem pendidikan di al-Azhar merupakan langkah yang tepat dan strategis, sebab selain Universitas al-Azhar sebagai universitas yang sangat dihargai oleh dunia Islam internasional, juga karena banyak mahasiswa dari berbagai penjuru dunia datang belajar ke al-Azhar. Dengan begitu, maka alumni al-Azhar bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan membawa ide-ide pembaruan demi kemajuan dan kepentingan masa depan.

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Addariah. Designed by OddThemes