![]() |
Masjid Al-Azhar |
Oleh: Muhammad Alim Nur
Kurikulum
memiliki peran penting demi menciptakan generasi muda yang cerdas,
berkompetensi, berkarakter, berakhlak, dan menciptakan ide-ide baru, dan dapat
bertanggung jawab. Dengan adanya kurikulum yang baru dan terdapat pembaharuan
ke arah yang positif dan efisien, tentunya akan menciptakan pembelajaran yang
dapat mencapai tujuan bersama.
Kurikulum
adalah seperangkat gagasan-gagasan baru yang dirancang secara bersama dengan
memikirkan kekurangan serta kelebihannya secara matang, sehingga dapat menjadi
suatu konsep yang tepat yang dapat digunakan pada proses pendidikan.
Begitulah
yang terjadi di Mesir ketika pasukan Prancis datang ke Mesir. Pembaharuan dan
modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di
Alexandria, Mesir pada tanggal 2 Juli 1798 M, sepuluh tahun setelah Revolusi
Prancis. Tujuan utamanya adalah menguasai daerah Timur, terutama India. Napoleon
Bonaparte menjadikan Mesir, hanya sebagai batu loncatan saja untuk menguasai
India, yang pada waktu itu dibawah pengaruh kekuasaan kolonial Inggris.
Kedatangan Napoleon ke Mesir tidak hanya dengan pasukan perang, tetapi juga
dengan membawa 167 orang di antaranya pakar ilmu pengetahuan, 2 set percetakan
dengan huruf latin; Arab, Yunani, peralatan eksperimen; teleskop, mikroskop,
kamera, serta 1000 orang sipil; 500 laki-laki dan 500 perempuan.
Tidak
hanya itu, Napoleon pun mendirikan lembaga ilmiah bernama Institut d’Egypte,
pembangunan yang mengenalkan sejarah dan ilmu pengetahuan modern terhadap Mesir
pada Eropa modern melalui karya yang mereka tulis. Ilmu-ilmu yang terdiri dari empat
elemen, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan politik, serta ilmu sastra
dan kesenian. Lembaga ini bertugas memberikan masukan bagi Napoleon dalam
memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka untuk umum terutama cendekiawan Islam.
Masuknya
pasukan Prancis ke Mesir adalah momen pertama kali ilmuwan Islam berinteraksi
langsung dengan peradaban Eropa. Perpustakaan yang dibangun oleh Napoleon
sangat menakjubkan karena Islam direpresentasikan dalam berbagai bahasa dunia.
Untuk memenuhi kebutuhan ekspedisinya, Napoleon berusaha keras mengenalkan
teknologi dan pemikiran modern kepada Mesir serta menggali Sumber Daya Manusia
(SDM) Mesir dengan cara mengalihkan budaya Perancis kepada masyarakat setempat.
Sehingga dalam waktu yang tidak lama, banyak di antara cendekiawan Mesir
belajar tentang perpajakan, pertanian, kesehatan, administrasi, dan arkeologi.
Dengan
berbagai kemajuan yang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, sehingga kedatangan
Napoleon Bonaparte ke Mesir membawa dampak kepada pola pembaharuan pendidikan
Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di al-Azhar.
Pendudukan
Napoleon di Mesir, ternyata menyadarkan umat Islam pada masa itu akan
ketertinggalannya dengan negara-negara Eropa, sehingga memicu
intelektual-intelektual Muslim untuk melakukan pembaharuan demi mengejar
ketertinggalan dari bangsa Barat. Salah satunya adalah Muhammad Abduh.
Di
antara sekian banyak tokoh pembaru Islam, Muhammad Abduh (1849-1905 M) adalah
salah satu tokoh monumental yang sangat bersemangat melakukan pembaruan bagi
dunia Islam, terutama di bidang pendidikan dan intelektual. Muhammad Abduh
sebagai tokoh pembaruan dalam Islam patut dikenang, diteladani, dan
direkonstruksi pemikirannya karena beliau telah banyak berjuang untuk mengubah
kebiasaan masyarakat yang sebelumnya bersifat statis menjadi lebih dinamis.
Muhammad
Abduh adalah sosok yang memiliki pengaruh besar dalam membawa era baru bagi al-Azhar.
Abduh tidak hanya melakukan reformasi secara kelembagaan saja, akan tetapi juga
reformasi pemikiran keagamaan.
Perjuangan
Muhammad Abduh dalam mereformasi sistem pendidikan di al-Azhar bukanlah hal
yang mudah untuk direalisasikan karena banyaknya ulama konservatif di kampus al-Azhar
yang menentang mati-matian usaha pembaruan yang ingin dilakukan Muhammad Abduh.
Usaha awal reformasi sistem pendidikan al-Azhar yang dilakukan oleh Muhammad
Abduh adalah memperjuangkan mata kuliah yang dianggap sebagai barang haram oleh
para ulama al-Azhar, yaitu mata kuliah filsafat dan mantik untuk diajarkan di al-Azhar.
Muhammad Abduh berharap dengan mempelajari kedua ilmu tersebut, semangat
intelektualisme Islam yang padam diharapkan dapat kembali bersinar.
Selanjutnya,
Muhammad Abduh menyampaikan lima misi reformasi al-Azhar yang dilakukan dengan kerja
sama Syaikh Hassunah al-Nawawi selaku Grand Syaikh al-Azhar pada masa itu.
Pertama,
mengubah sistem halaqah menjadi sistem kelas yang terjadwal. Langkah ini
penting untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas para mahasiswa, karena
sistem kelas ini terbukti sebagai salah satu sistem terbaik.
Kedua,
melaksanakan ujian rutin untuk mengukur kemampuan akademis mahasiswa yang
mencakup pemahaman dan kemampuan hafalan, mengingat sebelumnya memang belum ada
sistem ujian rutin yang dilakukan untuk mengukur kemampuan mahasiswa kecuali
hanya sekedar pengecekan hafalan.
Ketiga,
menggunakan buku-buku primer yang dikarang oleh ulama yang memiliki otoritas di
dalamnya, bukan menggunakan buku-buku sekunder (sharh) yang dikarang
oleh sebagian guru. Hal ini dimaksudkan agar materi yang sampai kepada pelajar
merupakan sebuah pemikiran yang sesuai dengan sumber asli.
Keempat,
memperkaya kurikulum dengan materi-materi baru, bahkan hal-hal yang tidak ada
dalam khazanah keilmuan al-Azhar termasuk ilmu-ilmu pengetahuan modern dan
sains seperti etika, sejarah, geografi, ilmu matematika, aljabar, ilmu ukur,
dan ilmu bumi.
Kelima,
pengembangan perpustakaan dengan memperkaya koleksi literatur perpustakaan,
sehingga mahasiswa dapat memanfaatkan buku-buku tersebut dengan baik dan pengetahuan
mereka pun semakin kaya.
Kelima
misi tersebut berhasil direalisasikan dengan kerja sama yang baik antara
Muhammad Abduh dan para ulama al-Azhar, terutama dengan Grand Syaikh al-Azhar,
Syaikh Hassunah al-Nawawi. Majlis al-Idarah atau Dewan Administratif
adalah lembaga yang didirikan untuk merealisasikan misi tersebut.
Tidak
hanya sebatas itu, Muhammad Abduh juga mengajak orang kaya agar membangun
madrasah dan ruang sekolah untuk memperhatikan dan menyiarkan pendidikan serta memberikan
bantuan kepada orang yang membutuhkan.
Dari
sini kita dapat melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Muhammad Abduh untuk
memperbaharui sistem pendidikan di al-Azhar merupakan langkah yang tepat dan
strategis, sebab selain Universitas al-Azhar sebagai universitas yang sangat
dihargai oleh dunia Islam internasional, juga karena banyak mahasiswa dari
berbagai penjuru dunia datang belajar ke al-Azhar. Dengan begitu, maka alumni
al-Azhar bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan membawa ide-ide
pembaruan demi kemajuan dan kepentingan masa depan.
Posting Komentar