BREAKING NEWS

Kamis, 06 Februari 2025

Antisipasi Overthinking Ala Rasulullah saw

(Source: Google)

Oleh: Muhammad Jurais 

Setiap orang pasti pernah merasakan sebuah momen dimana tiba-tiba muncul perasaan cemas tak bertepi dalam diri, entah karena alasan apa hal itu bisa terjadi. Seringnya, perasaan tersebut dikaitkan dengan  perbuatan, sikap, ataupun perilaku kita di kehidupan sehari-hari. Perasaan ini biasanya disebut overthinking. Kebanyakan kejadian seperti ini akan muncul ketika seseorang beranjak remaja, tepatnya ketika sudah menginjak masa SMP dan seterusnya

Ada beberapa faktor yang sangat menyokong terjadinya hal ini, seperti hubungan sosial antara orang terdekat, orang tua, ataupun teman teman. Tetapi pada dasarnya yang paling berpengaruh atas perasaan itu ialah dari diri sendiri, semakin tenggelam dan larut perasaan cemas itu akan sampai memengaruhi kesehatan dan mentalitas diri.

Parahnya, beberapa orang menyikapinya terlalu berlebihan. Sampai-sampai perasaan cemas itu seakan-akan mengontaminasi tubuh orang tersebut, dimana awalnya terasa sehat bugar menjadi orang yang sakit sakitan. hal ini dijelaskan dalam sebuah artikel berjudul Kesehatan Terganggu Akibat Overthinking yang ditinjau oleh dr. Fadhli Riza Makarim, di dalamnya menyebutkan bahwasanya overthinking yang berlangsung dalam jangka panjang dapat memicu dampak negatif untuk kesehatan tubuh dan mental, seperti mengganggu kinerja otak, sistem percernaan, dan fungsi jantung, dan seterusnya.

Lebih jauh lagi, overthinking bisa saja menghasut diri agar melakukan hal hal yang tidak biasa terjadi, bunuh diri misalnya. Riset menunjukkan sebanyak 80-90% kasus bunuh diri di indonesia disebabkan oleh depresi dan overthinking. Presentase ini jelas bukan angka yang bisa dipandang sebelah mata. Data ini mengungkapkan betapa besarnya potensi bahaya fenomena ini bagi seluruh insan, terkhususnya bagi para pelajar di usia remaja. 

Akan tetapi jika menilik sejarah dengan lebih dalam, fenomena seperti ini sebenarnya sangat lazim terjadi bahkan sejak zaman Nabi Saw, dalam bentuk dan karakter yang beragam. Salah satunya diceritakan dalam suatu riwayat, seorang sahabat Nabi yang bernama Handholah ra. curhat kepada sayyidina Abu Bakar ra. tentang keresahan yang dialaminya. Kala itu ia menghadiri majelis pengajian Nabi saw. yang tentu membuat kadar keimanannya makin menebal, tetapi keadaan itu berubah ketika ia keluar dari masjid, dimana ia justru mencemaskan keimanannya yang baru saja menebal. Ia melakukan banyak aktivitas seperti sibuk dengan istrinya,  dan bercanda tawa dengan anak anaknya. hal ini membuat dirinya merasa overthinking dengan keadaannya yang timbal balik dengan yang ia alami saat berada di majelis nabi saw. Ternyata, sayyidina Abu Bakar ra. Juga merasakan hal yang sama seperti yang dialami oleh sahabat tersebut.

Tak menemukan titik terang, keduanya lalu bersepakat untuk menemui Nabi saw. lalu bertanya “Wahai, Rasulullah, ketika saya berada di dekatmu, engkau ceritakan pada kami tentang neraka dan surga, bahkan seakan-akan kami melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami berpisah darimu, kami seakan akan lupa dengan apa yang telah engkau nasihatkan kepada kami.”

Dengan nada yang santai Nabi lalu menanggapinya dengan mengatakan “Wahai Handholah ! semua itu ada waktu tertentunya sendiri-sendiri, andai kamu bisa selalu ingat dengan urusan akhirat tanpa lupa sedikit pun, niscaya malaikat pun akan sangat menghormatimu dan akan mengucapkan salam setiap bertemu di jalan.”

Layaknya seorang dokter, Nabi saw. memberikan anjuran pada kedua sahabat yang telah berkonsultasi dengannya hanya dengan dua kata, yaitu sa’ah wa sa’ah, yang  kerap dimaknai  sebagai “Setiap hal itu ada waktunya. “ Ust. Abdul Somad juga menjelaskan di suatu majelis tentang hal ini. Beliau mengartikan sa’ah dengan kata saat, yaitu semua ada saatnya, ada saatnya ibadah, ada saatnya bekerja dan selainnya. Misalnya ketika bertemu ustaz ataupun kiai di masjid, iman terasa penuh, tetapi setelah itu, perasaan “iman” yang tadinya penuh kini terasa memudar.

Naik turunnya iman di sini juga bisa dikaitkan dengan dengan naik turunnya keadaan perasaan seseorang. Hari ini kita bisa merasa begitu percaya diri, positif, dekat dengan Tuhan, di hari lainnya kita bisa merasa begitu inferior, merasa hidup ini tak ada kemajuan, juga merasa begitu jauh dari Tuhan. Perasaan rendah diri ini akhirnya secara tidak langsung memicu kekhawatiran yang senantiasa menggerogoti hati dan pikiran. Di satu sisi ini bisa menjadi hal yang baik, karena bisa dijadikan alarm bagi jiwa untuk melakukan introspeksi diri dan evaluasi langkah ke depannya bagaimana. Akan tetapi jika akhirnya kekhawatiran ini terus berlarut dalam diri, bukan tidak mungkin ia yang seharusnya menjadi obat malah menjadi racun yang justru mencederai kita baik secara mental maupun fisik. 

Rasulullah sendiri dalam filosofi sa’ah wa sa’ah-nya secara tidak langsung juga memberikan kita solusi untuk menanggulangi bahaya yang muncul dari keberlarutan ini, salah satunya adalah manajemen waktu. Manajemen waktu merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur dan memaksimalkan waktu.

Adapun dalam dunia medis, manajemen waktu merupakan langkah yang dianggap sangat produktif untuk dilakukan. Terlebih lagi bagi seseorang yang memiliki banyak kesibukan, entah karena tuntutan belajar ataupun tuntutan pekerjaan. Sebagaimana yang dilansir pada laman halodoc, dikatakan bahwa manajemen waktu dapat menghilangkan “utang” di dalam pekerjaan, dimana “utang” itu  membuat waktu istirahat kita berkurang. Bahkan lebih parahnya lagi, bisa saja mengakibatkan stres di hari kedepannya.
Di bawah ini, ada salah satu tips manajemen waktu ala rasulullah saw. yang mungkin dapat membantu meringankan penyakit overthinking yang dialami para penderitanya, yaitu membagi waktunya menjadi tiga bagian:

1.Waktu dengan Tuhan

Waktu ini merupakan saat yang sangat penting sekaligus pondasi dari semua pembagian waktu. Pada waktu ini, kita fokus melakukan ibadah-ibadah yang telah disediakan Tuhan kepada hambanya, entah ibadah itu masuk dalam kategori wajib ataupun sunah. Masing masing dari ibadah tersebut memiliki nilai yang tentu berbeda-beda sesuai dengan kategorinya, pun dengan berbagai macam tingkatannya.

Membaca Al-Qur’an misalnya, ini merupakan salah satu sarana yang sangat membantu untuk mengisi waktu kita saat beribadah dengan Tuhan. Disamping makna dan literaturnya yang sangat indah, terbukti Al-Qur’an juga dapat menenangkan hati dan pikiran orang yang membacanya. Terlebih bagi orang yang memiliki banyak problematika kehidupan. Dilansir dalam baznas.com bahwa membaca al-qur’an dapat menjadi sumber ketenangan dan kedamaian, karena di sana terletak ayat ayat yang mengajarkan kesabaran, kebijaksanaan, atau mungkin problem solving yang dapat menenangkan sekaligus menentramkan hati dan jiwa.

2.Waktu dengan Diri Sendiri
Waktu dengan diri sendiri atau kerap disebut sebagai me time merupakan situasi dimana seseorang meluangkan waktunya untuk melakukan apapun yang dia sukai dengan santai dan rileks, tetapi masih berada pada ranah positif, entah itu istirahat, traveling dan lain lain. Sebagian orang yang menganggap bahwa  hal ini merupakan tindakan yang egois, tetapi anggapan ini justru dianggap salah. Faktanya, manusia memang memiliki masa untuk melakukan hal hal yang dapat memberikan energi positif pada mental, emosional, dan spiritual pada dirinya sendiri.

 Hal ini tentu sangat penting untuk diri kita. Disamping memberikan efek lega untuk diri, juga dianggap sangat membantu proses recharge diri agar hati dan pikiran dapat kembali terasa stabil ketika bertemu banyak orang. 

3.Waktu dengan Orang Lain.

Manusia merupakan makhluk sosial. Setiap orang perlu berinteraksi kepada orang lain, entah itu sekadar ingin meminta bantuan ataupun hanya sebatas ingin berinteraksi saja.

 Sebagian orang bahkan menganggap bahwa memiliki tempat nyaman untuk bercerita merupakan keberuntungan. Kita jadi bisa mengekspresikan segala percakapan ataupun uneg-uneg yang tersimpan kepada orang lain. Bisa saja orang lain juga merasa termotivasi sekaligus mengambil pelajaran dari kejadian yang kita ceritakan ke orang tersebut. Hal ini secara tidak langsung membuktikan bahwa manusia merupakan makhluk yang saling bergantung antar sesamanya, sekaligus harus mengembangkan diri dan kepribadiannya agar dapat bertahan hidup. Maka dari itu manusia tidak bisa terlepas dari manusia lain.

Pada akhirnya, overthinking tentunya merupakan kejadian yang lumrah dialami oleh banyak orang, membuat berbagai macam kejenuhan yang berlebih. tetapi seiring berkembangnya zaman, banyak pula solusi yang tersedia dan mudah untuk diimplementasikan ke kehidupan ini, seperti pembahasan diatas yang dimana,  membawa solusi overthinking ala Rasulullah saw. pun merupakan contoh kecil dari banyaknya solusi yang mudah didapat.

Rasulullah saw. yang merupakan pemimpin umat islam bahkan telah menerapkan  sedari dulu atas manfaat manajemen waktu, beliau terkenal dengan efisiensinya dalam berdakwah dan memimpin para sahabatnya ke jalan yang benar, juga sekaligus menjadi suami dan ayah teladan bagi para istri dan anak anaknya. Jelas hal ini menggambarkan betapa sibuk dan aktifnya beliau pada zaman tersebut. Lalu bagaimana dengan kita, yang sibuk tetapi tidak sesibuk nabi, dan aktif tetapi tidak seaktif nabi?.








Share this:

3 komentar :

 
Copyright © 2014 Addariah. Designed by OddThemes