BREAKING NEWS

Jumat, 22 Juli 2022

Tabe Masisir!

 

Oleh: H. Mujiburrahman, Lc. (Ketua IADI 2014-2015)

Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir:Red), dengan beragam suku, budaya, sedari dulu telah hidup rukun bersama. Mereka mewarisi keberagaman tersebut secara turun temurun, tidak serta-merta muncul begitu saja.

Mereka berasal dari berbagai daerah di Nusantara, diantaranya Suku Bugis yang berpusat di Sulawesi Selatan. Dalam budaya Bugis, dikenal budaya Tabe (Sopan santun:Red). Sebagai perilaku normatif yang berperan penting menjaga hidup rukun dalam bermasyarakat.

Tabe', praktek sederhananya adalah sikap minta izin jika lewat di depan seseorang, disertai membungkukkan badan dan menjulurkan tangan kanan ke bawah seraya mengucapkan kata Tabe'

Budaya Tabe' yang demikian indah ini, jika dihayati dan diamalkan secara konsisten tentunya akan berimplikasi pada sasaran dan tujuan yang diinginkan dari budaya Tabe'

Bagaimana jika budaya Tabe' diterapkan dalam dunia masisir?

Masisir adalah refleksi kehidupan sosial mahasiswa di Mesir, sepatutnya konflik sekecil apapun dalam sosial masyarakat bisa dihindari. Mari membaca sejarah Masisir ke belakang saat ada singgungan fisik dan lainnya. Bila dikerucutkan, benang merahnya sama, yaitu minimnya sikap menghormati kepada yang lebih tua, dan saling menyayangi kepada sesama atau yang lebih muda. Demikian Tabe’ menjadi simbol saling menghargai dan menghormati siapapun di depan kita.

Sayangnya Budaya Tabe' mulai tergerus perlahan-lahan. Baik bagi Suku Bugis, maupun suku lain yang mewakili daerah asal di dalam ruang lingkup Mahasiswa Timur Tengah yang notabenenya wadah layak menjadi simbol kesempurnaan bagi mahasiswa dunia.

Salahsatu contoh di mana budaya Tabe seharusnya diimplemetasikan adalah di bus. Setiap kali penulis ke kuliah dengan menaiki bis 80 Coret/24 Jim sebagai angkutan umum paling populer di kalangan kita, mahasiswa Mesir.

Sebisa mungkin saya memilih kursi paling belakang sebelah kiri. Karena dari sana, kita bisa mencermati setidaknya 2/3 dari isi bus. Sayangnya, seringkali kita dapati kenyataan memilukan. Mereka yang mengaku sebagai seorang terpelajar bahkan tidak tahu cara menghargai perempuan, ironisnya bahkan meski perempuan itu dari negeri sendiri. Earphone terpasang rapi, memandang keluar jendela, lalu berlagak pura-pura, hanya demi tak kehilangan tempat duduk yang seharusnya diisi oleh kaum wanita.

Tabe’ masisir! Sebaiknya, dengan senang hati kita persilakan perempuan itu untuk duduk sambil berucap "Tabe, silakan duduk!"

Kasus lain yang membuat cukup geram, yaitu merokok di jalan ramai. Sedikit berbagi pengalaman, penulis cukup banyak mengenal senior-senior Masisir, dan kebanyakan perokok. Tapi, sekalipun tak pernah mendapati mereka merokok di keramaian dan disaksikan oleh orang-orang Mesir.

Anggap saja seorang mahasiswa sedang merokok di tepi jalan, sementara penulis lewat di depannya Dengan sopan penulis bekata; Tabe, alangkah baiknya merokok pada tempatnya, di kamar sendiri, misalnya.

Tidakkah kita sadar di antara penduduk asli ada seorang duktur (dosen:red) yang melihat? Atau lebih parahnya, mungkin lagi salah satu Syekh besar al-Azhar tercinta?

Tahun 2016 silam, di Distrik 10 salah satu Masjid kecil dekat pasar sang Khatib Jumat sempat menyinggung mahasiswa Indonesia atau yang serupa dengan poin yang telah penulis sebutkan tadi. Tidak malukah kita?

Tabe', Masisir!

 

            ADDARIAH EDISI 57, 20 APRIL 2019

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Addariah. Designed by OddThemes