Foto Dokumentasi Nadwah |
Oleh:
Fahri Syahrial
Sore itu, selepas
menunaikan salat asar. Aku bergegas dengan setelan yang rapi menuruni anak
tangga imarahku menuju Sekretariat IADI Mesir untuk mengikuti acara pekanannya
yaitu Nadwah. Langit Mesir yang cerah mengiringi langkahku, suara anak kecil
saling bersahutan, diikuti dengan angin berhembus pelan nan sejuk. Jalanan
ramai oleh lalu lalang para penduduk setempat dengan berbagai kesibukan, suara
tuk-tuk (kendaraan bernama bajai) juga tak kalah ramai menghiasi telinga.
Tak sengaja, di pertengahan
jalan aku bertemu dengan seorang teman, “mau ke mana, bro?” Sapanya
dengan senyum akrab. “Ke sekret”, kataku. “Ada acara?” Tanyanya
lagi. “Nadwah”, jawabku singkat. “Apa menunya nanti?” Katanya dengan penasaran.
“Jangan karena menunya saja yang enak,
baru datangki ke sekret, bro!” Jawabku seraya pergi meninggalkannya.
“Mungkin saja, sekret
sedang merindu kepada para petualang ilmu yang akan memenuhi setiap sudut
ruangnya, akan suara-suara yang saling melempar argumen, canda-tawa, maupun
riuh karena sekali-kali tepuk tangan mereka”, pikirku seraya melanjutkan jalan.
Setiba di sekret IADI di
lantai empat, beberapa teman, senior dan penasihat IADI telah hadir meramaikan
Nadwah. Namun, tidak membuat sekret sesak oleh mereka yang hadir, tak seperti
biasa, Nadwah akhir-akhir ini sepi oleh para audiens. Padahal tahun demi tahun
generasi semakin bertambah, tapi yang meramaikan Nadwah itu-itu saja, tak
berubah. Mungkin mereka sedang asyik dengan tongkrongannya yang lain, atau
mungkin makanan Nadwah yang kurang menarik bagi mereka?
Nadwah dimulai dengan berbagai
rangkaian acara, dari MC yang membuka acara dan mempersilahkan kepada moderator
sebagai pemimpin Nadwah sekaligus
mempersilahkan kepada narasumber untuk menyampaikan materinya, dengan waktu
yang sudah ditetapkan. Setelah pemaparan materi, Nadwah kembali ramai dengan
berbagai pertanyaan, sanggahan, maupun tanggapan dari para audiens yang
sekali-kali di tengahi oleh moderator atau para penasihat. Tak kadang
pertanyaan mengakar jauh keluar dari materi.
Sebelum Nadwah ditutup,
pemateri menyampaikan pesan dan kesan serta kesulitan yang dialami sebelum dan
selama membawakan Nadwah, juga wejangan dari para penasihat yang hadir
sekaligus menutup Nadwah dengan doa.
Pertemuan hangat itu berakhir dengan jamuan buka puasa bersama selama bulan
suci Ramadan. (Diluar bulan suci Ramadan Nadwah kembali dimulai setelah salat
magrib).
Sekret tidak hanya
menjadi tempat kita singgah sesaat yang setelah acara atau kegiatan selesai,
kita juga beranjak pergi, seakan sekret menjadi tempat yang asing bagi kita.
Lebih dari itu, sekret menjadi Pelabuhan tempat kita berlabuh, berkumpul, dan
bersua kembali melepas rindu, merasakan hangatnya kekeluargaan di tempat
perantauan. Makanan hanya pemanis, tetapi yang terpenting adalah kita saling
bertatap muka, dan saling berbagi
cerita.
Bersama “Kita” untuk
selalu meramaikan Nadwah. Kalau bukan kita, siapa lagi? Sebagaimana perkataan
yang turun-temurun dari para pendahulu kita, yang mungkin tak lagi asing di
telinga bahwa: “Beruntunglah orang-orang yang belajar di Al-Azhar, dan lebih
beruntung lagi yang hadir di Nadwah IADI Mesir”.
Posting Komentar