foto pemateri dan moderator
Resume Nadwah Tafsiriyah
Pemateri 1: Nasriya Purnama
Pemateri 2: Khairiyatul Islamiyyah
Pemateri 3: Musfira Wardani
Moderator: Azzahra Nur Awalia
Notulis: Hamsah Hasbar
Jihad, dalam konteks Islam, sering kali dipahami sebagai perjuangan untuk mencapai kebaikan dan keadilan, baik di dalam diri sendiri maupun di masyarakat. Istilah ini memiliki makna yang beragam, mulai dari usaha spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan hingga perlawanan terhadap penindasan. Dalam pembahasan ini, kita akan mengeksplorasi berbagai dimensi jihad, apa itu jihad, pembagiannya, hukum berjihad, serta bagaimana konsep ini dipahami dan dipraktikkan dalam konteks kontemporer. Dengan pemahaman yang mendalam, diharapkan kita dapat melihat jihad sebagai fenomena yang kompleks dan multi-faset, jauh dari stereotip yang sering kali mengemuka di masyarakat. Allah swt berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 78:
وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ هُوَ اجْتَبٰىكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ هُوَ سَمّٰىكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ ەۙ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هٰذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِۖ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاعْتَصِمُوْا بِاللّٰهِۗ هُوَ مَوْلٰىكُمْۚ فَنِعْمَ الْمَوْلٰى وَنِعْمَ النَّصِيْرُࣖ ٧٨
“Berjuanglah kamu pada (jalan) Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu, yaitu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu dan (begitu pula) dalam (kitab) ini (Al-Qur’an) agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka, tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah pada (ajaran) Allah. Dia adalah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.
Jihad memiliki makna yang jauh lebih mendalam daripada sekadar peperangan atau kekerasan. Apa sih sebenarnya jihad itu? Dan bagaimana kita bisa memahaminya?"
Pemateri 1 (Segi Lughoh)
A. Tafsir surah al Hajj ayat 77
Dalam kitab At-Tahrir wa At-Tanwir karya seikh Muhammad Ath-Thahir (w 1363 H) disebutkan bahwa kemungkinan ayat 77-78 dalam surah al hajj merupakan ayat pertama yang memerintahkan untuk jihad. Dalilnya adalah bahwa surah al Hajj ini diturunkan sebelum hijrah, sedangkan perintah untuk jihad itu disyariatkan setelah hijrah.
وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ
- Al waw (و) disini huruf atof kepada ayat sebelumnya :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ارْكَعُوْا وَاسْجُدُوْا وَاعْبُدُوْا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ۩ ٧٧
Artinya :” Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan lakukanlah kebaikan agar kamu beruntung”.
- Jaahiduu (جَاهِدُوْا) ini fiil amr sigohnya (فاعل), masdarnya (جهاد)
Secara lugatan jihad berarti mengerahkan segala kemampuannya untuk melawan musuh.
Adapun secara istilah, jihad adalah mengeluarkan segala kesungguhan, kekuatan, dan kesanggupan pada jalan yang diyakini (diiktikadkan) bahwa jalan itulah yang benar.
- Fillahi (فِى اللّٰهِ) bermakna ta’lil, artinya berjihadlah karna Allah swt.
- Haqqa jihadihi (حَقَّ جِهَادِهٖۗ) naib an maful Mutlaq mubayyin linnau (نائب عن مفعول مطلقو, مبين للنوع). Adapun dhomir hu(هٖ) kembali kepada lafdzu jalalah (اللّٰهِ) bermakna liajlillah (لِأجلِه), berjihadlah karna Allah SWT.
- Kalimat ijtabakum (اجْتَبٰىكُمْ) artinya “Dia telah memilih kamu “. Kalimat ini sebagai ta’lil atas semua perkara yang disyariatkan allah kepada kita kaum muslimin. Karna kita telah dipilih olehnya maka sepatutnya kita melaksanakan perintahnya.
- kalimat millata abikum ibrahim (مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ). Ada beberapa pendapat kenapa kalimat millata (مِلَّةَ), ini dinashob.
1. Yang pertama dia sebagai maf’ul Mutlaq lifi’li madmun (مفعول مطلق لفعل مضمون) diambil dari firman allah sebelumnya :” وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ”.
2. Pendapat yang kedua mengakatan bahwa sebab nashobnya adalah liikhtisos lifi’lin muqaddar (لاختصاص لفعل مقدر) fi’ilnya kemudian dikira-kirakan adalah "حق مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ"
3. Pendapt ketiga mengatakan bahwa kalimat millata (مِلَّةَ), sebagai maf’ul bih (مفعول به)dari fi’il yang dikira-kirakan ada yaitu imsaku, (امسكوا مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ).
- Kalimat minqablu (مِنْ قَبْلُ) meski didahului huruf jar akan tetap dibaca dhommah karna kalimat ini mabni dhommah. Dan dikira-kirakan ada kalimat (القرآن) yang dihapus setelahnya, dan dia sebagai (mudof ilaihi).
- Pada kalimat (لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ), kata شَهِيْدًا disini didahulukan, berbeda dengan ayat di surah al Baqarah 143 (وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا) yang mengakhirkan kata شَهِيْدًا. Hikmahnya adalah karna pada ayat 77 surah al hajj, lebih menyoroti pada risalah yang dibawa oleh nabi saw, jadi titik fokusnya terletak pada diri Rasulullah saw.
Pemateri ke dua (Segi Fiqih)
A. Pembagian jihad
Dikutip dari kitab tafsir al jami’ lil ahkam karya imam Qurtubi, jihad terbagi menjadi dua :
1. Jihad melawan musuh yang tak terlihat
Jihad ini terbagi menjadi dua : jihad melawan hawa nafsu dan jihad melawan bisikan bisikan syaitan
2. Jihad melawan musuh yang terlihat
Jihad ini ada tiga macam : jihad melawan orang-orang kafir, jihad melawan orang-orang munafik, dan jihad melawan pelaku kezoliman, ahlu bid’ah dan orang yang menyebarkan kesesatan baik melalui akidah maupun perbuatan.
B. Hukum jihad
Hukum jihad yang pertama yaitu melawan musuh yang tidak terlihat (hawa nafsu dan bisikan syaiton) adalah wajib untuk setiap orang.
Hukum jihad yang kedua yaitu melawan musuh-musuh islam adalah fardu kifayah
C. Tafsir surah Al Hajj
Sebagaimana yang dinukilkan dari kitab Al Jami’ Lil Ahkam oleh imam Al Qurtubi, makna ayat “ وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖ “ adalah jihad melawan orang-orang kafir, meski ada juga yang berpendapat bahwa jihad yang dimaksud adalah menahan diri dari hawa nafsu. Kemudian menrut Ibnu Ausiyyah ayat ini dinasakh oleh firman Allah swt. yang berbunyi "فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ"Q.S At Tagabun 16. yang artinya bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kemampuanmu.
Namun menurut imam Qurtubi ayat ini sebenarnya tidak perlu dinasakh karena tidak ada kontradiksi antara ayat ini dengan ayat ke-16 surah At-Tagabun.
- Kalimat هُوَ اجْتَبٰىكُمْ maknanya allah swt telah memilih kalian untuk melindungi agamanya dan melaksanakan perintahny. Kalimat ini merupakan penegasan untuk melaksanakan perintah jihad.
- Kalimat وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ memiliki tiga pembahasan tentang makna حَرَجٍ
Yang pertama bermakna kesempitan, sebagaimana dalam surah Al-An’am ayat 125 yang berbunyi
فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ كَذٰلِكَ يَجْعَلُ اللّٰهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Artinya : Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit.
Yang kedua bermakna kesulitan yang diangkat oleh Allah swt. Kesulitan di sini memiliki ragam makna. Ada yang berpendapat bahwa kesulitan yang diangkat itu seperti bolehnya menqasr shalat, bolehnya berbuka bagi orang musafir, dan lain sebagainya.
Yang ketiga, makna raf’ul kharaj di sini, ditujukan untuk orang-orang yang istiqomah menjalankan perintah Allah swt. Adapun orang-orang yang yang lalai akan perintah Allah tidaklah mendapatkan rukhsah dari Allah swt.
Pada kalimat هُوَ سَمّٰىكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ ەۙ مِنْ قَبْلُ ,menurut ibnu al walid, kalimat “هُوَ” Kembali kepada nabi Ibrahim AS, namun di riwayat lain yakni Ali Bin Abi Talhah dari Ibnu Abbas berkata bahwa kalimat “هُوَ” di sini kembali kepada lafdzu jalalah yakni Allah swt.
Pemateri ke 3 (Segi Tafsir)
Dalam kitab tafsir Mafatihul Ghaib atau tafsir Al-Kabir karya imam Fakhruddin Ar-Razi, beliau mengatakan bahwa dalam surah Al Hajj ayat 77-78 itu membahas tentang syariah-syariat islamiyyah yang terkandung di dalamnya empat poin penting yaitu :
1. Al Ma’mur (المأمور), siapa yang diperintah dalam ayat ini.
2. Al Ma’mur bihi (المأمور به), perintah/pekerjaan yang diperintahkan.
3. Dzikru ma yuwjibu qabuli tilka al umur (ذكر ما يوجب قبول تلك الأمور), menyebutkan apa-apa yang mewawijbkan kita menerima perintah-perintah itu.
4. Ta’kidu dzalika at taklifi (تأكيد ذلك التكليف), menegaskan kembali perintah itu.
Sebelumnya kita akan melihat kepada ayat 77 surah Al Hajj
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ارْكَعُوْا وَاسْجُدُوْا وَاعْبُدُوْا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ۩ ٧٧
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan lakukanlah kebaikan agar kamu beruntung”.
Ada dua pendapat mengenai siapa yang diperintahkan dalam ayat ini. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa semua orang mukallaf wajib menjalankan perintah ini. Baik itu orang muslim maupun orang kafir. Dalilnya adalah dengan adanya ayat-ayat sebelumnya yang berbunyi “يٰۤـاَيُّهَا النَّاسُ” yang memberikan makna umum kepada semua manusia tanpa terkecuali.
Pendapat kedua mengatakan bahwa ayat ini ditujukan hanya kepada orang-orang mukmin saja. Karna ayatnya sudah jelas dengan kalimat “يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا”. Ini merupakan bentuk pengkhususan terhadap orang-orang mukmin saja.
Pertanyaan pertama
Bagaimana kemudian bentuk pengimplementasian jihad ini dengan pemahaman yang benar dan tindakan yang tepat sesuai dengan apa yang diinginkan syariat? Karna kerap kali ayat ini justru menjadi dalil bagi kelompok ekstrimis untuk membenarkan tindakan ekstrimnya yang bahkan melebihi batas prikemanusiaan.
Jawab :
Jadi jihad itu punya syarat-syarat tertentu sehingga sebuah tindakan bisa dikatakan jihad apabila memenuhi syarat-syarat tersebut. Salahsatu syaratnya adalah adalah jihad harus dapat mewujudkan kemaslahatan umum dan tidak mengakibatkan kemudharatan yang lebih besar. Jadi sebuah tindakan yang dilakukan atas nama jihad tapi tidak memenuhi syarat-syaratnya, maka tidak bisa dikatakan jihad sekalipun ia bergerak atas nama islam. Meskipun sebenarnya kelompok ekstrimis yang mengatasnamakan islam untuk melakukan gerakan yang membahayakan dan merugikan Masyarakat umum, itu adalah bentuk propaganda musuh islam agar martabat islam jatuh di mata dunia.
Jadi implementasi jihad terhadap orang-orang kafir di era sekarang ini bisa berupa hujjah dan dalil-dalil. Dan tentu ini dilakukan oleh orang-orang yang dengan pemahaman agama yang tinggi dan mendalam sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam berhujjah, seperti para ulama misalnya. Adapun jihad melawan hawa nafsu dan bisikan syaiton maka ini bentuk implementasi jihad bagi setiap muslim secara individu.
Pertanyaan kedua
Apakah hukum berjihad ini bisa berubah?
Jawab :
Ya, bisa. Hukum asalnya adalah fardu kifayah. Tapi bisa berubah menjadi fardu ‘ain Ketika seseorang misalnya telah memasuki medan perang. Maka hukumnya fardu ‘ain untuk berperang dan haram hukumnya untuk mundur dari peperangan atau bahkan lari dari peperangan. Sebagaimana disebutkan dalam surah Al Anfal ayat 15-16 yang berbunyi :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ ٱلْأَدْبَارَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)”.
وَمَن يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُۥٓ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِّقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ فَقَدْ بَآءَ بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَمَأْوَىٰهُ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُ
Artinya : “Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya”.
Pertanyaan ketiga
Apa perbedaan Ad Din (الدين) dan Millatun (ملة), sebagaimana dalam ayat 77 surah Al-Hajj :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ
Jawab :
Dikutip dari kitab adwa’u alal Kulliyyah, salahsatu diktat kuliah di Al Azhar University, dikatakan bahwa Ad Din (الدين) dan Millatun (ملة), itu dua hal yang berbeda. Salah satu perbedaannya adalah kata Millatun (ملة), itu hanya bisa dimudofkan kepada seorang nabi, contohnya millatu Ibrahim (ملة ابراهيم), millatu ‘Isa (ملة عيسى), dan sebagainya. Adapun kata Ad Din (الدين), bisa disandarkan kepada lafdzu jalalah (Allah swt), diinullah (دين الله). Jadi kita tidak bisa mengatakan “millatullah” (ملة الله). Kata Millatun (ملة), juga tidak bisa disandarkan kepada pemilik agama itu, misalnya kita mengatakan “ al islamu millatu muhammad” (الإسلام ملة محمد), maka ini salah. Yang benar adalah “al islamu diinu Muhammad” (الإسلام دين محمد).
Kemudian perbedaan selanjutnya adalah bahwa kata Millatun (ملة), digunakan untuk tumpuan syariat-syariat, bukan satuan dari syariat-syariat tersebut atau individu dalam syariat tersebut. Jadi kalimat ‘as shalatu millatun’ (الصلاة ملة) ,maka ini salah, yang benar adalah ‘as shalatu diinun’ (الصلاة دين).
Kalimat Millatun (ملة), dari segi pemaknaannya (istilah) digunakan untuk agama yang benar. Contohnya pada surah Al Imran ayat 95, Allah swt berfirman :
قُلْ صَدَقَ اللّٰهُ ۗ فَاتَّبِعُوْا مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Artinya : “Katakanlah (Muhammad), “Benarlah (segala yang difirmankan) Allah.” Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia tidaklah termasuk orang musyrik”.
Dan masih banyak lagi poin-poin yang menjalaskan perbedaan kata Ad Din (الدين) dan Millatun (ملة). Tapi sampai di sini kita sudah bisa menarik kesimpulan bahwa kata Millatun (ملة), dalam segi penggunaan dan makna, itu lebih umum dari kata Ad Din (الدين).
Posting Komentar