Oleh: Diman Darwis
Seperti yang kita ketahui, dan juga sebagaimana yang terdapat
dalam naskah Al-Quran. Iblis diusir dari surga oleh Allah Swt. Hal itu terjadi
ketika Allah Swt. memerintahkan malaikat dan iblis untuk sujud kepada nabi Adam
sebagai penghormatan akan tetapi iblis enggan bersujud dengan alasan seperti
dikutip dari ayat berikut:
“Aku lebih baik daripada dia. Engkau menciptakanku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A'raf : 12)
Dalam Kitab Tafsir al-Qurthubi
karangan Abu 'Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi terdapat
perkataan Ibnu Abbas, Hasan, dan Ibnu Sirin. Mereka mengemukakan bahwa, “Makhluk
pertama yang melakukan perbandingan adalah iblis, dan dia melakukan kesalahan
dalam melakukan perbandingan tersebut. Oleh karena itu, siapa saja yang mengiaskan ajaran agama
dengan pendapatnya sendiri, maka Allah menggolongkannya termasuk kaum iblis.”
Berangkat dari permasalahan di atas, sebuah pertanyaan pun
muncul dalam benak penulis, memangnya lebih mulia mana tanah atau api? Di dalam
Al-Quran tidak dijelaskan mengenai hal itu melainkan iblis sendirilah yang
mengklaim dirinya yang terbuat dari api itu lebih mulia dari nabi Adam yang
berasal dari tanah.
Prof. Quraish Shihab menjelaskan pernyataan iblis bahwa lebih
mulia api daripada tanah itu sekali-kali tidak benar. Hal ini selaras dengan
kacamata nalar manusia yang membuktikan kekeliruan logika iblis, antara
lain:
1. Api mampu
dipadamkan oleh air sedangkan tanah dapat menyerap air dan mengubahnya menjadi
sumber kehidupan;
2. Api sangat mudah
digoyangkan oleh angin sedangkan tanah tidak mudah digoyangkan oleh
angin;
3. Api sangat mudah
dipadamkan oleh tanah sedangkan tanah tidak mudah dibakar oleh api;
4. Tanah dibutuhkan
oleh manusia dan binatang, sedangkan api tidak dibutuhkan oleh binatang, bahkan
manusia pun dapat hidup sekian lama tanpa api;
5. Walaupun api ada
manfaatnya, bahayanya pun tidak kecil. Berbeda dengan tanah. Kegunaannya
terdapat pada dirinya tanpa bahaya;
6. Dalam shalat,
kita sujud ke tanah yang merupakan simbol kepatuhan dan kerendahan hati kepada
Allah Swt., sedangkan api adalah sesuatu yang menakutkan dan berkonotasi
azab.
7. Dalam Tafsir al-Qurthubi
ada hadis yang menyatakan bahwa tanah surga adalah seperti buah misik adzfar.
Tidak ada satu pun riwayat yang menyatakan bahwa di dalam surga itu terdapat
api dan di dalam neraka terdapat tanah.
Ditambah lagi bahwa Allah Swt. banyak menyebut tanah selalu
bersandingan dengan air yang menunjukkan dalam konteks yang positif, sedangkan
api selalu bersandingan dengan keburukan atau siksaan. Berikut dalam beberapa
potongan ayat:
Ayat-ayat tentang tanah:
“Dialah yang menurunkan air dari langit lalu dengannya Kami
menumbuhkan segala macam tumbuhan. Maka, darinya Kami mengeluarkan
tanaman yang menghijau.” (QS. Al-An'am : 99)
“Tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?
Bagaimana langit ditinggikan? Bagaimana gunung-gunung ditegakkan? Bagaimana
pula bumi dihamparkan?.” (QS. Al-Ghasyiyah : 17- 20)
“Lalu, dengan (air) itu Kami tumbuhkan untukmu kebun-kebun
kurma dan anggur. Di sana kamu mendapatkan buah-buahan yang banyak dan dari
sebagiannya itu kamu makan.” (QS. Al-Mu'minun : 19)
Ayat-ayat tentang api.
“Takutlah pada api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah
: 24)
“Sebelumnya Kami telah menciptakan jin dari api yang
sangat panas." (QS. Al-Hijr : 27)
“Sesungguhnya (neraka) Jahanam benar-benar (tempat) yang
telah dijanjikan untuk mereka (pengikut setan) semua." (QS. Surat
Al-Hijr : 43)
Deretan argumentasi dan dalil seperti yang telah disebutkan
masih bisa ditambah dan bisa saja dibantah. Kalaupun unsur api lebih mulia dari
unsur tanah, Iblis tidak akan serta merta enggan bersujud kepada nabi Adam
dengan mengklaim api lebih baik dari tanah, sebab yang memerintahnya adalah
Allah Swt. Allah Swt. Dalam firman-Nya menyebutkan “Idz amratuk”
menunjukkan seperti yang dikatakan oleh para ahli fikih, yaitu bahwa perintah
itu menunjukkan suatu kewajiban secara mutlak, tanpa ada hal lain yang
menyertainya. Karena, celaan itu dikaitkan dengan sikap mengabaikan perintah
yang mutlak. Dalam hal ini adalah firman Allah kepada para malaikat, seperti
dikutip dalam Al-Qur’an “Sujudlah kamu kepada Adam!” (QS. Al-Baqarah:
34) adalah hal yang sangat jelas.
Kita berhenti sejenak mengenai lebih mulia mana di antara
keduanya. Sebuah pertanyaan kemudian muncul, mengapa iblis sedemikian berani
menolak perintah Allah? Bukankah ia mengaku, sebagaimana ia tegaskan dan
dibenarkan oleh al-Qur'an bahwa: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah dan
Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Anfal : 48).
Jika demikian, apa yang menjadikan ketakutan iblis itu sirna,
sampai-sampai bukan hanya menolak sujud, tetapi tetap bertekad dan membangkang?
Bahkan, ia dan anak cucunya bersikeras untuk terus-menerus durhaka kepada
Allah. Apakah ia meremehkan siksa Allah? Jelas tidak! Bukankah ia sendiri telah
mengakui: “Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. al-Anfal : 48).
Untuk menjawabnya, ada baiknya kita mengutip pernyataan Syekh
Abdul Halîm Mahmûd, Grand Syekh al-Azhar periode 1973-1978. Dalam bukunya, Al-Islam
wa al-'Aql, beliau menyebutkan kedurhakaan iblis bahwa iblis dikecam dan
dikutuk oleh Allah bukan saja karena ia enggan sujud, melainkan juga karena ia
enggan sujud pada saat diperintah. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Apakah
yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud ketika Aku menyuruhmu?”
(QS. Al-A'raf : 12).
Dan juga Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa para
ulama berkata, "Yang mencegahnya untuk tidak bersujud adalah sifat takabur
dan dengki.” Imam Al-Qurthubi melanjutkan bahwa sifat ini tersimpan di dalam
dirinya ketika dia diperintahkan untuk bersujud.” Berbeda dengan nabi Adam yang
mengakui kesalahan dan memohon ampun kepada Allah Swt.
Dengan demikian, iblis memilih untuk tidak bersujud
dikarenakan jiwanya dipenuhi dengan keangkuhan, ketika keangkuhan menguasainya
ia tak peduli apapun yang terjadi. Kalaupun ia celaka biarlah ia celaka dan
akan sangat puas hatinya kalau kecelakaan yang sama menimpa musuhnya. ia
bersumpah: “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (QS. Shâd :
82-83)
Dari sini dapat dipahami mengapa anak cucu Adam ada yang
bersifat layaknya sifat iblis. Ia menyatakan dirinya lebih baik dari yang lain,
aku kaya dia miskin maka aku lebih baik, aku pejabat sedang mereka hanya rakyat
maka aku lebih baik. Padahal letak kemuliaan tidaklah diukur dari semua itu, termasuk
dari mana unsur kita berasal, melainkan sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an,
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
teliti.” (QS. Al-Hujurat
: 13).
Wallahu a’lam.
Posting Komentar