BREAKING NEWS

Minggu, 16 Maret 2025

Napak Tilas Penolakan Sujud Iblis



Oleh: Diman Darwis

Seperti yang kita ketahui, dan juga sebagaimana yang terdapat dalam naskah Al-Quran. Iblis diusir dari surga oleh Allah Swt. Hal itu terjadi ketika Allah Swt. memerintahkan malaikat dan iblis untuk sujud kepada nabi Adam sebagai penghormatan akan tetapi iblis enggan bersujud dengan alasan seperti dikutip dari ayat berikut:

“Aku lebih baik daripada dia. Engkau menciptakanku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A'raf : 12)  

Dalam Kitab Tafsir al-Qurthubi karangan Abu 'Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi terdapat perkataan Ibnu Abbas, Hasan, dan Ibnu Sirin. Mereka mengemukakan bahwa, “Makhluk pertama yang melakukan perbandingan adalah iblis, dan dia melakukan kesalahan dalam melakukan perbandingan tersebut. Oleh karena itu, siapa saja yang mengiaskan ajaran agama dengan pendapatnya sendiri, maka Allah menggolongkannya termasuk kaum iblis.”

Berangkat dari permasalahan di atas, sebuah pertanyaan pun muncul dalam benak penulis, memangnya lebih mulia mana tanah atau api? Di dalam Al-Quran tidak dijelaskan mengenai hal itu melainkan iblis sendirilah yang mengklaim dirinya yang terbuat dari api itu lebih mulia dari nabi Adam yang berasal dari tanah.

Prof. Quraish Shihab menjelaskan pernyataan iblis bahwa lebih mulia api daripada tanah itu sekali-kali tidak benar. Hal ini selaras dengan kacamata nalar manusia yang membuktikan kekeliruan logika iblis, antara lain: 

1.  Api mampu dipadamkan oleh air sedangkan tanah dapat menyerap air dan mengubahnya menjadi sumber kehidupan; 

2.   Api sangat mudah digoyangkan oleh angin sedangkan tanah tidak mudah digoyangkan oleh angin; 

3.   Api sangat mudah dipadamkan oleh tanah sedangkan tanah tidak mudah dibakar oleh api; 

4.  Tanah dibutuhkan oleh manusia dan binatang, sedangkan api tidak dibutuhkan oleh binatang, bahkan manusia pun dapat hidup sekian lama tanpa api; 

5. Walaupun api ada manfaatnya, bahayanya pun tidak kecil. Berbeda dengan tanah. Kegunaannya terdapat pada dirinya tanpa bahaya; 

6.  Dalam shalat, kita sujud ke tanah yang merupakan simbol kepatuhan dan kerendahan hati kepada Allah Swt., sedangkan api adalah sesuatu yang menakutkan dan berkonotasi azab. 

7.  Dalam Tafsir al-Qurthubi ada hadis yang menyatakan bahwa tanah surga adalah seperti buah misik adzfar. Tidak ada satu pun riwayat yang menyatakan bahwa di dalam surga itu terdapat api dan di dalam neraka terdapat tanah. 

Ditambah lagi bahwa Allah Swt. banyak menyebut tanah selalu bersandingan dengan air yang menunjukkan dalam konteks yang positif, sedangkan api selalu bersandingan dengan keburukan atau siksaan. Berikut dalam beberapa potongan ayat:

Ayat-ayat tentang tanah:

“Dialah yang menurunkan air dari langit lalu dengannya Kami menumbuhkan segala macam tumbuhan. Maka, darinya Kami mengeluarkan tanaman yang menghijau.” (QS. Al-An'am : 99)

“Tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Bagaimana langit ditinggikan? Bagaimana gunung-gunung ditegakkan? Bagaimana pula bumi dihamparkan?.” (QS. Al-Ghasyiyah : 17- 20)

“Lalu, dengan (air) itu Kami tumbuhkan untukmu kebun-kebun kurma dan anggur. Di sana kamu mendapatkan buah-buahan yang banyak dan dari sebagiannya itu kamu makan.” (QS. Al-Mu'minun : 19) 

Ayat-ayat tentang api. 

Takutlah pada api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah : 24)

Sebelumnya Kami telah menciptakan jin dari api yang sangat panas." (QS. Al-Hijr : 27)

Sesungguhnya (neraka) Jahanam benar-benar (tempat) yang telah dijanjikan untuk mereka (pengikut setan) semua." (QS. Surat Al-Hijr : 43) 

Deretan argumentasi dan dalil seperti yang telah disebutkan masih bisa ditambah dan bisa saja dibantah. Kalaupun unsur api lebih mulia dari unsur tanah, Iblis tidak akan serta merta enggan bersujud kepada nabi Adam dengan mengklaim api lebih baik dari tanah, sebab yang memerintahnya adalah Allah Swt. Allah Swt. Dalam firman-Nya menyebutkan “Idz amratuk” menunjukkan seperti yang dikatakan oleh para ahli fikih, yaitu bahwa perintah itu menunjukkan suatu kewajiban secara mutlak, tanpa ada hal lain yang menyertainya. Karena, celaan itu dikaitkan dengan sikap mengabaikan perintah yang mutlak. Dalam hal ini adalah firman Allah kepada para malaikat, seperti dikutip dalam Al-Qur’an “Sujudlah kamu kepada Adam!” (QS. Al-Baqarah: 34) adalah hal yang sangat jelas. 

Kita berhenti sejenak mengenai lebih mulia mana di antara keduanya. Sebuah pertanyaan kemudian muncul, mengapa iblis sedemikian berani menolak perintah Allah? Bukankah ia mengaku, sebagaimana ia tegaskan dan dibenarkan oleh al-Qur'an bahwa: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah dan Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Anfal : 48). 

Jika demikian, apa yang menjadikan ketakutan iblis itu sirna, sampai-sampai bukan hanya menolak sujud, tetapi tetap bertekad dan membangkang? Bahkan, ia dan anak cucunya bersikeras untuk terus-menerus durhaka kepada Allah. Apakah ia meremehkan siksa Allah? Jelas tidak! Bukankah ia sendiri telah mengakui: “Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. al-Anfal : 48). 

Untuk menjawabnya, ada baiknya kita mengutip pernyataan Syekh Abdul Halîm Mahmûd, Grand Syekh al-Azhar periode 1973-1978. Dalam bukunya, Al-Islam wa al-'Aql, beliau menyebutkan kedurhakaan iblis bahwa iblis dikecam dan dikutuk oleh Allah bukan saja karena ia enggan sujud, melainkan juga karena ia enggan sujud pada saat diperintah. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud ketika Aku menyuruhmu?” (QS. Al-A'raf : 12). 

Dan juga Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa para ulama berkata, "Yang mencegahnya untuk tidak bersujud adalah sifat takabur dan dengki.” Imam Al-Qurthubi melanjutkan bahwa sifat ini tersimpan di dalam dirinya ketika dia diperintahkan untuk bersujud.” Berbeda dengan nabi Adam yang mengakui kesalahan dan memohon ampun  kepada Allah Swt. 

Dengan demikian, iblis memilih untuk tidak bersujud dikarenakan jiwanya dipenuhi dengan keangkuhan, ketika keangkuhan menguasainya ia tak peduli apapun yang terjadi. Kalaupun ia celaka biarlah ia celaka dan akan sangat puas hatinya kalau kecelakaan yang sama menimpa musuhnya. ia bersumpah: “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (QS. Shâd : 82-83) 

Dari sini dapat dipahami mengapa anak cucu Adam ada yang bersifat layaknya sifat iblis. Ia menyatakan dirinya lebih baik dari yang lain, aku kaya dia miskin maka aku lebih baik, aku pejabat sedang mereka hanya rakyat maka aku lebih baik. Padahal letak kemuliaan tidaklah diukur dari semua itu, termasuk dari mana unsur kita berasal, melainkan sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an,  

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha teliti.” (QS. Al-Hujurat : 13).  

Wallahu a’lam. 

 

 

 


Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Addariah. Designed by OddThemes