BREAKING NEWS

Minggu, 04 Mei 2025

Membedah Filosofi di Balik Pendeknya Bacaan Salat


Oleh: Azzahra Nur Awalia

Menjadi seorang muslim artinya menyerahkan dirinya pada jalan keselamatan, yaitu jalan tauhid dan bentuk penghambaan diri kepada Allah Swt. Untuk mencapai jalan ini, salat dipahami merupakan salah satu sarana paling utama dalam hubungan antara manusia dengan Allah Swt. Jenis ibadah ini juga merupakan sarana komunikasi  bagi  jiwa manusia dengan Allah Swt. Salat yang dibarengi dengan kekhusyukan akan membuat pikiran juga hati menjadi tenang.

Khusyuk dan shalat memiliki kaitan erat. Kaitan keduanya dapat ditemukan pada Surat Al-Mukminun ayat 1-2. Bahkan shalat khusyuk pada awal Surat Al-Mukminun ini menjadi sifat orang beriman yang beruntung.


 قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ 


Artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyuk dalam salatnya,” (Surat Al-Mukminun ayat 1-2).

 Al-Qusyairi mengutip Surat Al-Mukminun ayat 1-2 sebagai pembukaan pembahasan perihal khusyuk dalam kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah. Sedangkan pengertian khusyuk itu sendiri secara bahasa adalah ketundukan/kepatuhan kepada Allah (al-inqiyad lil haqq). (Lihat Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah,[Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 82).

Selain kekhusyukan, konsep berjamaah juga merupakan salah satu keutamaan yang tidak kalah pentingnya. Pahala salat dengan konsentrasi akan lebih berlipat ganda apabila dilakukan secara berjamaah.  Rasulullah Saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh HR. Imam Muslim: “Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian berjalan ke salah satu rumah Allah (masjid) untuk melaksanakan kewajiban yang Allah tetapkan, maka kedua langkahnya yang satu menghapus kesalahan dan satunya lagi meninggikan derajat.”

Belum lagi, Allah Swt menjanjikan derajat yang berlipat ganda bagi orang-orang yang salat berjamaah di masjid 27 derajat daripada orang yang salat sendiri, sebagaimana hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh HR. Imam Muslim:

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً


Artinya: “Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding salat sendirian.”

Namun, bagaimana jadinya apabila salat berjamaah yang justru menjadi penyebab hilangnya kesyahduan dalam mentautkan hati kepada Pencipta? Dimana faktor yang bisa jadi menyebabkan hilangnya kefokusan dalam berjamaah ini tak jarang merupakan bagian dari  salat itu sendiri, salah satunya adalah surah yang dibacakan terlalu panjang, 

Hal ini bukannya tanpa dasar, dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Mas’ud yang mengatakan, “Seorang lelaki berkata : “Wahai Rasulullah, saya ingin datang agak telat saat jamaah salat subuh karena imam si Fulan memanjangkan bacaannya.” Rasulullah Saw pun marah. Aku (Abu Mas’ud) tidak pernah melihat beliau marah melebihi marahnya saat ini. Kemudian beliau bersabda : “Wahai manusia sekalian, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang menjauhkan orang lain dari agama Allah. Barangsiapa menjadi Imam salat maka hendaklah memperpendek bacaannya, karena dalam deretan makmum ada orang lemah, lanjut usia, dan memiliki keperluan.”

Islam mengajarkan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan spiritual dan kebutuhan duniawi sehingga hidup dapat berjalan dengan seimbang dan harmonis. Dari pemaparan dalil di atas, jelas bahwa meperpendek bacaan dalam salat terutama sebagai imam merupakan sunnah yang dianjurkan agar tidak menyulitkan makmum, dalil ini juga menunjukan pentingnya keseimbangan antara kekhusyukan dan kemudahan dalam salat berjamaah karena salat bukan hanya tentang panjangnya bacaan, tetapi juga menjaga kenyamanan dan kebersamaan dalam beribadah.

Nabi Muhammad Saw, adalah Nabi yang terkenal dengan kebijaksanaannya, ketika beliau menjadi imam salat,beliau membaca surat pendek dalam salat wajib agar tidak memberatkan dan mempermudah umat islam dalam menjalankan salat tanpa merasa terbebani, sesuai dengan tuntutan islam yang memudahkan. Dari Abu Mas’ud Al-Anshari Ra, Rasullah Saw bersabda : “Wahai manusia, sesungguhnya diantara kalian ada orang yang membuat orang lain lari-lari dari shalat. Barangsiapa diantara kalian menjadi imam, hendaklah ia meringankan (bacaan salatnya), karena dibelakangnya ada orang tua, anak kecil, dan orang yang memiliki keperluan”(HR.Bukhari No.703 dan Muslim No.467) 

Lantas apakah itu berarti kita tidak boleh memperpanjang bacaan saat salat? Rasulullah sendiri memberi contoh memperpanjang bacaan dalam salat sunnah, terutama salat qiyamu lail atau salat malam seperti salat tahajud dan taraweh, sebagai bentuk ibadah yang lebih mendalam dan penuh kekhusyukan.

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman RA, ia berkata: "Aku pernah salat bersama Nabi ﷺ pada suatu malam. Beliau mulai membaca surat Al-Baqarah. Aku mengira beliau akan rukuk setelah 100 ayat, tetapi beliau terus melanjutkan. Aku pun mengira beliau akan rukuk setelah membaca seluruh surat, tetapi beliau masih lanjut membaca surat An-Nisa’, lalu surat Ali Imran" (HR. Muslim No. 772). 

Juga terkhusus salat taraweh yang di lakukan di dalam bulan Ramadhan, terdapat anjuran untuk memperpanjang bacaannya bagi mereka yang mampu. Dari Jabir bin Abdullah Ra, ia berkata: "Kami pernah salat bersama Rasulullah ﷺ di bulan Ramadan. Pada malam ke-23, beliau salat bersama kami sampai sepertiga malam. Pada malam ke-25, beliau salat bersama kami sampai setengah malam. Lalu, pada malam ke-27, beliau salat bersama kami sampai kami khawatir kehilangan waktu sahur."(HR. Ibnu Hibban No. 2545, dinilai shahih oleh Al-Albani) Sunah ini memberikan fleksibilitas bagi umat islam,dimana mereka dapat menyesuaikan bacaan sesuai dengan jenis salat yang dilakukan.

Dapat dipahami bahwa pendek dan panjangnya  surah bacaan dalam salat memiliki proporsionalnya masing-masing. Dan perlu diketahui bahwa pendeknya bacaan surah di dalam shalat memiliki hikmah tersendiri. Imam Ibn Qudamah dalam Al-Mughni menyebutkan bahwa Islam adalah agama yang memudahkan umatnya. Bacaan pendek dalam salat wajib adalah bentuk kasih sayang Allah agar semua orang dapat menjalankan salat dengan ringan dan tetap khusyuk dan juga Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar menambahkan bahwa salat bukan sekadar membaca panjang atau pendeknya ayat, tetapi lebih kepada memahami dan meresapi maknanya.

Telah dijelaskan di atas bahwa sunnah untuk memperpendek bacaan salat jika kita coba pahami lebih dalam, bukan hanya sekadar sunnah biasa saja. Dari apa yang dicontohkan oleh Nabi dapat kita pahami penegasan konsep tidak ada paksaan bagi yang tidak mampu dalam Islam “لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِۖ ”. 

Islam diturunkan sebagai agama yang membawa kemudahan, bukan kesulitan karena ibadah merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt bukan sesuatu yang terasa berat atau melelahkan.

Panjang dan pendek bacaan surah dalam salat lagi-lagi kembali kepada salat apa yang akan dikerjakan dan penyesuaian imam dalam melihat makmumnya, Fleksibilitas ini merupakan bentuk kasih sayang dari Allah dan juga mencerminkan nilai-nilai dasar islam seperti kemudahan, keseimbangan, empati dan keikhlasan. Ini menunjukan bahwa islam adalah agama yang memahami fitrah manusia dan menjadikan ibadah sebagai sesuatu yang indah bukan beban.




 


Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Addariah. Designed by OddThemes