BREAKING NEWS

Sabtu, 11 November 2023

Mengenal lebih dekat Maha guru dari tanah Bugis Anregurutta KH.Abdurrahman Ambo Dalle

 


Oleh: Mursyid Al Mumtaz

Melalui momentum Haul Anregurutta KH.Abdurrahman Ambo Dalle ke-27, Biografi ini ditulis agar para pembaca lebih mengenal dan meneladani keikhlasan pengabdian sosok Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle, yang mana dalam Biografi ini dimulai dengan menceritakan masa kecil beliau, perjalanan keilmuan, mendirikan pesantren dan proses cikal bakal berdirinya DDI, tak lupa juga menceritakan karamah-karamah, dan karya-karya beliau baik dari segi ilmiah maupun sastra, serta dalam tulisan ini sedikit menceritakan tentang Thoriqoh yang dianut Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle.

       Anregurutta KH Abdurrahman Ambo Dalle lahir di Desa Ujung’e Kecamatan Tana Sitolo, 7 km sebelah utara kota Sengkang kabupaten Wajo,sekitar tahun 1896 M atau hari Selasa tahun 1900 M lahir dari pasangan yang berdarah bangasawan bugis. Ayahnya Bernama Andi Ngati Daeng Patobo ( Puang Tobo) dan ibunya Bernama Andi Cendara Dewi ( Puang Cendaha ). Pada saat mengandung konon Puang Cendaha bermimpi melihat cahaya keluar dari perutnya.Oleh karna itu kedua orang tuanya ,bayi itu diberi nama Ambo Dalle. Ambo’ dalam Bahasa bugis berarti bapak sedangkan Dalle berarti rezeki.Jadi Ambo Dalle artinya bapak rezeki (sumber rezeki). Mungkin kedua orang tuanya memberi nama itu sebagai Tafaul (harapan) putra semata wayangnya itu senantiasa mendapat rezeki yang lapang dan melimpah serta membawa perubahan nasib bukan hanya kepad keluarganya , melainkan juga kepada masyarakatnya

        Mengenai tahun kelahirannya anregurutta ,disini terjadi khilaf kapan pastinya tahun kelahiran beliau.Anregurutta KH Abdurrahman Ambo Dalle ,kalau ditanya tahun kelahirannya ,beliau tidak dapat memastikan tentang tahun kelahirannya,beliau hanya mengatakan “ Saya lebih tua dari pada Ir. Soekarno (1901).Saya jauh lebih tua dari pada Anregurutta Puang Haji Sade (K.H. M. As’ad 1907 M). Saya sudah besar dan mengingat apa yang terjadi ketika tentara Hindia Belanda menyerang Bone yang dimulai pada Juli 1905 M dan ditaklukkan pada tahun 1906 M,juga pada saat Raja Bone ditangkap dan diasingkan ke Bandung pada 14 Desember 1905 M.Peperangan ini merambat sampai ke wilayah tetangganya Wajo ,Saya Bersama keluarga lari mengungsi ke tempat yang aman,selain itu terjadi peperangan sebelumnya antara Raja Bone ( Arumpone ) La Pawawoi Karaeng Segeri melawan penjajah Belanda dan Pemerintahan Hindia Belanda berhasil menancapkan kekuasaannya pada tahun 1901 M “ . Jika yang dimaksudkan AGH.Ambo Dalle perang antara Belanda dengan Bone pada tahaun 1906 M maka tahun kelahiran AGH. Ambo Dalle dapat diduga pada tahun 1900 M. Namun,jika yang dimaksud perang 1901 maka dapat diduga kelahirannya adalah pada tahun 1896 M atau umurnya mencapai persis 100 tahun pada saat beliau wafat pada tahun 1996 M.Oleh karena saat itu beliau sudah mengingat dengan jelas ,maka diperkirakan umurnya sudah lima tahun ke atas, pada saat itu karena umur tersebut anak-anak sudah mampu mengingat dengan jelas.



Perjalanan keilmuan

        Sebagai anak Tunggal,kedua orang tuanya terutama ibunya sangat menyayanginya namun tidak memanjakannya.Hal ini terlihat dari ketatnya mereka mengawasi Pendidikan Ambo Dalle .Mula-mula dia belajar mengaji pada bibinya sendiri yang bernama I Midi tetapi hal itu hanya berlangsung selama 15 hari.Karena khawatir jika buah hatinya itu terpengarauh pergaulan anak-anak sebayanya yang lebih banyak bermain ketimbang belajar,apalagi ketika itu sang Bunda sudah melihat kalau putranya memiliki tanda-tanda dan kelainan daripada anak sebayanya.Tidak lama kemudian ibunya sendiri memutuskan untuk mengajari langsung membaca al-Quran sampai khatam 30 juz menggantikan bibinya sebagi guru mengaji.

       Setelah mengkhatamkan Al-Quran 30 juz,agar bacaan Al-Qurannya lebih fasih. Ambo Dalle lalu belajar tajwid ( Massara Baca ) pada pengajian yang diasuh oleh kakeknya sendiri Puang Caco . Puang Caco adalah seorang Imam masjid fasih membaca Al-Quran di desa Ujungng’E.Selain belajar,Ambo Dalle juga ditugaskan oleh kakeknya untuk mengajar anak-anak yang lebih kecil yang sama-sama mengaji kepada Puang Caco. Ambo Dalle kemudian melanjutkan Pelajaran tajwidnya dengan belajar Qiraah Sab’ah ( baca pitu’E),menghafal Al-Quran ,serta belajar Nahwu Sharf Gurutta H. Muhammad Ishak,ulama setempat yang dikenal ahli dalam bidang tersebut selama tiga bulan dan pada usia tujuh tahun Ambo Dalle sudah mampu menghafal Al-Quran 30 Juz. Sejak itulah beliau populer dikalangan masyarakat sekitarnya .Agaknya Ambo Dalle mendapat keistimewaan dari Allah SWT ,beliau terus belajar tanpa merasa bosan dan tidak kenal lelah.Akhirnya jadilah beliau seorang anak muda yang alim dan banyak anak-anak yang lebih muda berdatangan untuk belajar mengaji dan bertauladan kepadanya.

     Karena selalu merasa haus akan ilmu,sementara di kampungnya belum ada pendidikan formal,ia berangkat ke Sengkang (Ibu Kota Wajo) yang berjarak 7 km dari kampung kediamannya Ujungng’E. Di kota ini ia memasuki sekolah Volk School (Sekolah Rakyat) selama 3 tahun,dan kursus bahasa Belanda di HIS (Holland Inland School),sebuah sekolah berbahasa Belanda yang hanya menerima siswa pribumi dari kaum bangsawan.

       Ambo Dalle muda nyaris tak punya waktu untuk bersantai,bahkan hampir seluruh waktunya digunakan untuk belajar.Kalaupun ada waktu luang yang tersisa,biasanya digunakan untuk berolahraga dan olahraga yang digemarinya adalah sepak bola.Ambo Dalle dikenal sebagi pemain handal oleh teman-temannya. Beliau dijuluki “si rusa” karena memiliki nafas yang kuat dan lari yang kencang .

        Selain Ambo Dalle terus menambah ilmunya ,terutama dalam ilmu agama yakni dengan belajar kepada ulama-ulama asal Wajo alumni Mekkah.Diantaranya kepada H.Syamsuddin, H.Ambo’ Omme, Sayyid Alwi al-Ahdal dan Ulama-ulama lainnya.Keseluruhan pengajian itu diikuti oleh Ambo Dalle dengan rasa cinta yang begitu mendalam kepada ilmu.Sementara itu ,di negeri Wajo telah banayk ulama yang berasal dari Wajo dan belajar di Mekkah telah kembali dari sana dan membuka pengajian di negerinya. Pelajaran yang diberikannya meliputi Tafsir,Hadis,Fikih,Nahwu Sharf dan Lain-lain.Pemerintah Kerajaan Wajo pun ( Arung Matowa Wajo dan Petta EnnengngE) sangat senang pada ulama.Karena itu Kerajaan sering kedatanngan tamu dari Tanah Hijaz ( Saudi Arabia) dan tinggal Bersama selama beberapa waktu untuk memberikan pengajian.Antara lain Syaikh Mahmud al-Jawwad,Sayyid Hasan al-Yamani ,Sayyid Abdullah Dahlan dan Ulama-ulama lainnya.Pada saat itu Ambo Dalle mendapat tambahan nama depan yakni Abdurrahaman yang diberikan oleh gurunya Guruttta H. Muhammad Ishak. Sejak saat itu ,nama putra pasangan Puang Tobo dan Puang Cendaha menjadi “Abdurrahman Ambo Dalle”.

        Rupanya Abd.Rahman Ambo Dalle tidak merasa puas dengan mempelajari bidang agama saja , maka beliau pun meninggalkan tanah Wajo menuju kota Makassar dan belajar pada sekolah guru yang dilaksanakan oleh Syarikat Islam (SI) .Setelah tamat, Beliau Kembali ke Sengkang Wajo untuk melanjutkan memperdalam ilmu agamanya.

        Pada tahun 1928 tersebutlah sang guru yang bernama H.Muhammad As’ad bin Abd.Rasyid al-Bugisiy,seorang ulama muda yang berasal dari Wajo yang lahir di Mekkah pada hari Senin 12 Rabiul Akhir 1326 H atau pada tahun 1907 M.Pendidikan terakhir yang diiukuti beliau di Mekkah adalah di Madrasah al-Falah .Ibunya bernama Hajjah Shalehah binti Abdurrahman al-Bugisiy.Beliau kembali ketanah leluhurnya (Wajo) dalam usia 21 tahun,beliau sudah hafal Al-Quran pada usia 14 tahun.Ulama muda ini,tidak saja disambut sanak keluarga dengan gembira, tapi juga dari masyarakat yang haus akan ilmu agama.

Ketika beliau membuka pengajian di kota Sengkang yang dilaksanakan di masjid dan di rumahnya sendiri,maka berdatanganlah orang-orang untuk mengaji,di antaranya adalah Abdurrahmah Ambo Dalle ,sesorang pemuda yang cerdas yang terkenal alim dalam ilmu agama.Kerendahan hati Abdurrahhman Ambo Dalle bisa dicermati disini,sebagai pemuda yang sudah banyak menelaah kitab-kitab agama,beliau tidak malu belajar kepada seseorang yang lebih muda dari dirinya.Hal ini menunjukkan bahwa sejak muda Abdurrahman Ambo Dalle telah dikaruniai keikhlasan dan kerendahan hati oleh Allah SWT. Pada suatu hari Gurutta H.As’ad datang bersilaturrahim ke rumah Ambo Dalle. Di situ Gurutta Haji As’ad menyaksikan pendidikan agama yang telah lama dirintis oleh Abdurrahman Ambo Dalle,yaitu pendidikan agama dengan metode sekolah.Pendidikan model itu didapatkan Abdurrahman Ambo Dalle ketika menuntu ilmu di Sekolah Guru Syarikat Islam di Makassar.

 Gurutta Haji As’ad tertarik untuk mengembangkan pendidikan agama secara modern itu dan kemudian mengajak Ambo Dalle mendirikan pendidikan model sekolah seperti itu.Ambo Dalle dengan senang hati bersedia merintis pendirian madrasah itu di Sengkang,di lembaga pendidikan Gurutta Haji As’ad.Persahabatan dan kerja sama dua orang hamba Allah ini sangat berguna sebab Abdurrahman Ambo Dalle semakin luas ilmu pengetahuannya dan semakin dalam ilmunya.

Suatu ketika, AGH. Muhammad As’ad yang biasa disapa oleh masyarakat Bugis dengan Anregurutta Puang Aji Sade, menguji secara lisan murid-muridnya, termasuk Ambo Dalle. Ternyata jawaban Ambo Dalle dianggap yang paling tepat dan sahih. Maka, sejak saat itu ia diangkat menjadi asisten.

Sejak Gurutta Ambo Dalle diangkat menjadi asisten AGH. Muhammad As’ad, beliau mulai meniti karier mengajar dan secara intens menekuni dunia pendidikan ini. Pada saat yang sama, Arung Matowa Wajo beserta Arung Lili sepakat menyarankan kepada Anregurutta H. Muhammad As’ad agar pengajian sistem sorogan (duduk bersila) ditingkatkan menjadi madrasah. Saran tersebut diterima dengan terbuka, maka madrasah pun didirikan atas bantuan dan fasilitas pemerintah kerajaan. Maka dibukalah pendidikan awaliyah (setingkat taman kanak-kanak), ibtidaiyah (SD) dan tsanawiyah (SMP). Perguruan itu diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah disingkat MAI Sengkang, yang lambangnya diciptakan oleh Ambo Dalle dengan persetujuan AGH. As’ad dan ulama lainnya. Ambo Dalle bahkan kemudian diserahi tugas menjadi manager di lembaga itu,sementara Gurutta As’ad tetap bertanggung jawab penuh dan pimpinan atas Lembaga tersebut.

Adapun untuk tenaga pengajar di Madrasah ini,Gurutta As’ad memilih santri-santrinya yang berprestrasi dan mempunyai bakat mendidik, antara lain; AGH.Abdurrahman Ambo Dalle,AGH. Daud Ismail,AGH.Muhammad Yunus Maratan,AGH,Abduh Pabbajah ,dan Lain-lain.Maka dalam waktu singkat, popularitas MAI Sengkang dengan sistem pendidikannya yang modern (sistem madrasah), menarik perhatian masyarakat dari berbagai daerah.

Pada tahun 1935 Gurutta Abdurrahman Ambo Dalle menunaikan ibadah Haji.Di tanah suci ini beliau menetap selama enam bulan untuk memperdalam ilmu agama yang pernah dipelajari sebelumnya di Wajo.Gurutta Abdurrahman Ambo Dalle selama di Mekkah berguru pada beberapa ulama,salah seorang ulama dan sufi besar tempatnya menimba ilmu adalah Maulana Syaikh as-Sayyid Ahmad as-Syarif bin Muhammad al-Mahdi bin Muhammad bin Ali as-Sanusi,yang terkenal dengan nama Sayyid Ahmad as-Sanusi,kakek dari Sayyid Ahmad as-Sanusi yaitu al-Imam Muhammad bin Ali al-Sanusi al-Hasani (1202 -1276 H) 1787-1859 M. Ia adalah pendiri Thoriqoh al Muhammadiyyah dan merupakan khalifah Tunggal dari Gurunya al-Imam Syaikh Ahmad bin Idris al-Hasani.Dari Syaikh Sayyid Ahmad as-Sanusi,Gurutta Abdurrahman Ambo Dalle mengambil Thoriqoh al-Muhammadiyyah dan sekaligus memberinya kitab Khazinatu al -Asrar al-Kubra.

 Pada saat AGH.Abdurrahman Ambo Dalle memperdalam ilmu agamanya yang baru berlangsung kurang lebih 9 bulan di Mekkah,Lembaga pendidikan yang dipimpin Anregurutta Haji As’ad,Al-Madrasah al-Jamiyah al-Islamiyyah (MAI) Wajo ,semakin berkembang dan khawatir jikalau lembaga ini tidak berjalan sesuai pengelolaan modern,maka Anregurutta Haji As’ad memanggil AGH.Ambo Dalle segera pulang ketanah air (Sengkang Wajo) untuk mendampinginya.Karena ketaatan dan kepatuhan serta kecintaan kepada gurunya,maka AGH.Ambo Dalle kembali ke Sengkang Wajo mendampingi Anregurutta Haji As’ad sambil mengajar juga menjadi asisten utamanya.

Berdasarkan keyakinan bahwa ilmu tidak hanya dapat diperoleh dari guru tetapi dapat diperoleh langsung dari Allah SWT melalui ilmu ladunni,dan inilah yang terjadi pada diri H.Aburrahman Ambo Dalle maka masyarakat dan para santrinya ,H Abdurrahman Ambo Dalle dijuluki Gurutta Abdurrahman Ambo Dalle.

Hijrah ke Mangkoso

Salah seorang tertarik dengan sistem pendidikan MAI Sengkang adalah H.M.Yusuf Andi Dagong, Kepala Swapraja Soppeng Riaja yang berkedudukan di Mangkoso. Maka ketika H.M.Yusuf Andi Dagong ini diangkat sebagai Arung Soppeng Riaja pada tahun 1932, ia pun lalu mendirikan mesjid di Mangkoso sebagai ibukota kerajaan. Namun, mesjid itu selalu sepi dari aktivitas ibadah akibat rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap agama yang dianutnya.



Untuk mengatasi hal tersebut, atas saran para tokoh masyarakat dan pemuka agama, diputuskan untuk membuka lembaga pendidikan (angngajiang: pesantren) dengan mengirim utusan untuk menemui Anregurutta H.M.As’ad di Sengkang. Utusan itu membawa permohonan kiranya Anregurutta H.M. As’ad mengizinkan muridnya, yaitu Gurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle untuk memimpin lembaga pendidikan yang akan dibuka di Mangkoso.

Ketika itu, di Sulawesi Selatan sudah ada beberapa tempat yang merupakan pusat pendidikan Islam dan banyak melahirkan ulama. Tempat-tempat tersebut adalah Pulau Salemo di Pangkep, Campalagian di Polmas, dan di Sengkang Wajo. Namun, bila dibandingkan dengan Salemo dan Campalagian yang menerapkan sistem tradisional berupa pengajian halakah (mangaji tudang), MAI Sengkang memiliki kelebihan karena telah menerapkan sistem modern (madrasi/klasikal) di samping tetap mempertahankan pengajian halakah. Dan, itulah agaknya menarik minat pemerintah Swapraja Soppeng Riaja untuk membuka lembaga pendidikan dengan sistem yang sama dengan MAI Sengkang.

Awalnya, permohonan itu ditolak karena Anregurutta HM.As’ad tidak menghendaki ada cabang madrasahnya. Beliau kuatir keberadaan madrasah yang terpencar menyulitkan kontrol sehingga dapat mempengaruhi kualitas madrasahnya. Namun, setelah melalui negosiasi yang alot, akhirnya keputusan untuk menerima permohonan Arung dan masyarakat Soppeng Riaja itu diserahkan kepada Gurutta H.Abdurrahman Ambo Dalle.

Hari Rabu, tanggal 29 Syawal 1357 H atau 21 Desember 1938 Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle beserta keluarga dan beberapa santri senior yang mengikuti dari Wajo hijrah ke Mangkoso dengan satu tujuan, melanjutkan cita-cita dan pengabdian. Hari itu juga Gurutta memulai pengajian dengan sistem halakah karena calon santri memang sudah lama menunggu. Kelak momen ini dianggap bersejarah karena menjadi cikal bakal kelahiran DDI. Sambutan pemerintah dan masyarakat setempat sangat besar, terbukti dengan disediakannya segala fasilitas yang dibutuhkan, seperti rumah untuk Gurutta dan keluarganya serta santri yang datang dari luar Mangkoso.

Setelah berlangsung tiga minggu, Gurutta kemudian membuka madrasah dengan tingkatan tahdiriyah, ibtidaiyah, iddadiyah, dan tsanawiyah. Fasilitas pendidikan yang diperlukan serta biaya hidup mereka beserta guru-gurunya ditanggung oleh Raja sebagai penguasa setempat. Di dalam mengelola pesantren dan madrasah, Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle dibantu oleh dua belas santri senior yang beberapa diantaranya ikut bersama beliau dari Sengkang. Mereka adalah : Gurutta M. Amberi Said, Gurutta H. Harun Rasyid Sengkang, Gurutta Abd. Rasyid Lapasu, Gurutta Abd. Rasyid Ajakkang, Gurutta Burhanuddin, Gurutta M. Makki Barru, Gurutta H. Hannan Mandalle, Gurutta Muhammad Yattang Sengkang, Gurutta M. Qasim Pancana, Gurutta Ismail Kutai, Gurutta Abd. Kadir Balusu, dan Gurutta Muhammadiyah. Menyusul kemudian Gurutta M. Akib Siangka, Gurutta Abd.Rahman Mattammeng, dan Gurutta M. Amin Nashir. Lembaga itu diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso, namun bukan cabang dari MAI Sengkang.

Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle, berbekal pengalaman mengajar yang ada, diberi amanah untuk memimpin MAI Mangkoso. Berkat dukungan dan simpati dari pemerintah dan masyarakat Mangkoso, pertumbuhan dan perkembangan madrasah ini sangat pesat, terbukti dengan banyak permintaan dari luar daerah untuk membuka cabang. Anregurutta merespon permintaan itu, maka dibukalah cabang MAI Mangkoso di berbagai daerah.

Cikal Bakal Berdirinya Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI)

 Bersamaan dengan berkembangnya MAI Mangkoso yang kian pesat dan dengan dibukanya cabang MAI di daerah-daerah,muncul gagasan dan inisiatif dari beberapa ulama tentang perlunya melakukan suatu musyawarah unttuk membicarakan strategi pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan Islam di Sulawesi Selatan dan mengintensifkan Gerakan Dakwah Islamiyah diseluruh daerah.Disamping itu muncul pula pemikiran perlunya suatu organisasi yang bisa mengikat,mengurus dan mengkoordinasikan hubungan antara cabang-cabang MAI di berbagi daerah dengan pusat Mangkoso

 Atas inisiatif K.H. Daud Ismail (Kadi Soppeng), K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle (MAI Mangkoso), Syekh H. Abd. Rahman Firdaus dari Parepare dan bersama ulama lainnya di adakanlah Musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah Wal-Jamaah se-Sulawesi Selatan yang dipadukan waktunya dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., bertempat di Watan Soppeng pada 16 Rabiul Awal 1366 H. bertepatan dengan 17 Februari 1947 guna menghindari kecurigaan Westerling karena Soppeng termasuk afdeling Bone yang bebas dari operasi pembantaian Westerling karena pengaruhAruppalakka.

Hadir dalam musyawarah tersebut antara lain adalah Syekh Abd . Rahman Firdaus ( Parepare ) , AGH . Abd . Rahman Ambo Dalle ( MAI Mangkoso ) , AGH . Muhammad Daud Ismail ( Qadhi Soppeng ) , AGH . H. M. Thahir ( Qadhi Balannipa Sinjai ) , AGH . M. Zainuddin ( Qadhi Majene ) , GH . M. Kittab ( Qadhi Soppeng Riaja ) , GH . Jamaluddin ( Qadhi Barru ) , GH . Ma'mun ( Qadhi Tinambung ) , Ustaz H.M.Thahir Usman ( Madrasah Al Hidayah Soppeng ) AGH . Muhammad Abduh Pabbajah ( Allakkuang Sidrap ) , AGH . Abd . Muin Yusuf ( Qadhi Sidenreng ) , GH . Baharuddin Syatha ( Qadhi Suppa ) , GH . Abd . Hafid ( Qadhi Sawitto ) dan beberapa ulama senior dan junior pada waktu itu.

Salah satu keputusan penting dari musyawarah tersebut adalah perlunya didirikan suatu organisasi Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial kemaslahatan umat untuk membina pribadi-pribadi muslim yang kelak bertanggung jawab atas terselenggaranya ajaran Islam secara murni di kalangan umat Islam dan menjamin kelestarian jiwa patriotik rakyat Sulawesi Selatan yang pada waktu itu sedang mempertaruhkan jiwa raganya guna mengusir kaum penjajah Belanda dan mempertahankan kemerdekaan proklamasi 17 Agustus 1945.

 Untuk pemillihan nama organisasi ada beberapa opsi diantaranya K.H. Pabbajah, mengusulkan nama "نصر الحق", Ust. H. Muh. Thahir Utsman dengan nama "العروة الوثقى", sementara Syekh Abd. Rahman Firdaus mengusulkan nama "دار الدعوة Ùˆ الإرشاد" yang kemudian terpilih dan disepakati dalam musyawarah tersebut.

Menurut beliau, nama ini merupakan tafaul dalam rangka menyebar luaskan dakwah dan pendidikan. Pada hakekatnya, DDI adalah sebuah organisasi yang berperan untuk mengajak manusia ke jalan yang benar dan membimbingnya menurut ajaran Islam ke arah kebaikan dan mendapatkan keselamatan dunia akhirat. Untuk segera memulai kegiatannya, maka peserta musyawarah mengamanatkan kepada AGH. Abd. Ambo Dalle selalu pimpinan MAI Mangkoso untuk memprakarsai seperlunya. Maka AGH. Abd. Ambo Dalle, mengundang guru-guru MAI beserta utusan cabangnya untuk menghadiri musyawarah pada bulan Sya'baan 1366 H bertepatan pada bulan Juli 1947 M di Mangkoso.Dalam pertemuan ini didadakan beberapa agenda antara lain,Menyusun aktifitas program yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam musyawarah alim ulama di Wattang Soppeng beberapa waktu sebelumnya.Dalam pertemuan tersebut,mereka juga memilih pengurus sebagai pengelola dan penyelanggara organisasi dan juga sdalam pertemuan tersebut disusun dan dirumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi DDI.

Untuk merampungkan penyusunan AD/ART ini ditangani oleh AGH. Muh. Abduh Pabbajah selaku Sekretaris. Semula AD/ART ini ditulis dalam Bahasa Arab kemudian diindonesiakan oleh AGH. M. Ali al-Yafie guna memudahkan bagi warga Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) untuk memahaminya. Pekerjaan ini dilakukan bersama-sama dengan AGH. M. Amin Nashir. Sejak itu singkatan DDI mulai dipakai.

Dalam musyawarah guru-guru dan pengurus MAI di Mangkoso pada tahun 1947 ditemukan kata mufakat untuk menyetujui pengintegrasian MAI Mangkoso dengan seluruh cabangnya menjadi Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI), setelah kurang lebih 10 tahun menggunaka nama tersebut,dengan tempat pusat organisasi berkedudukan di Mangkoso, dan mengokohkan susunan pengurus yang disusun berdasarkan rekomendasi dari hasil musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah di Watansoppeng sebagai berikut:

K e t u a : K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle

Ketua Muda : K.H. M. Daud Ismail (Qadhi Soppeng)

Penulis Satu : K. H. Muh. Abduh Pabbajah

Penulis dua : K. H. M. Ali Al-Yafie

Bendahara : H. M. Madani

Pembantu-pembantu : H. Abd. Muin Yusuf (Qadhi Sidenreng)

K. H. M. Yunus Maratan

K. H. Abd. Kadir (Qadhi Maros)

K.H. M. Tahir (Qadhi Balanipa Sinjai)

S. Ali Mathar

K.H.Abd. Hafid (Qadhi Sawitto)

K.H. Baharuddin Syata (Qadhi Suppa)

K.H. Kittab (Qadhi Soppeng Riaja)

H. Muchadi Pangkajene

T.N.B. Parepare

Penasehat :

 Syekh K.H.M. As’ad (Sengkang)

Syekh Haji Amoedi

Syekh H.Abd. Rahman Firdaus

Haji Zaenuddin (Jaksa di Parepare)

M. Aqib Macasai.

Dengan susunan pengurus di atas terwujudlah secara utuh hasil musyawarah Alim Ulama se Sulawesi Selatan tentang pembentukan organisasi Islam yang secara konkritnya ditempuh dengan jalan mengintegrasikan MAI Mangkoso menjadi Darud Da’wah Wal Irsyad ( DDI ).

Hijrah ke Pare-pare

Tahun 1950, AGH. Abdurrahman Ambo Dalle yang berusia 50 tahun itu akhirnya pindah ke Parepare meninggalkan Mangkoso yang sarat kenangan yang semakin meneguhkan sosok Gurutta dalam kiprah menegakkan agama Islam lewat media pendidikan. Beliau membangun rumah dan menetap di Ujung Baru bersama keluarganya dan pada tahun itu pula pusat Darud Da’wah Wal Irsyad diboyong ke Parepare, dengan menempati sebuah gedung yang cukup representatif di sebelah selatan Masjid Raya. Gedung tersebut adalah pemberian Arung Mallusetasi. Tak berapa lama kemudian, dibangun perguruan di Jalan Andi Sinta Ujung Baru Parepare (depan Masjid Al Irsyad, bersebelahan dengan rumah kediaman Gurutta). Setelah itu, Gurutta pindah ke Ujung Lare (Lereng Gunung) yang diperuntukkan bagi santri putra. Sedangkan untuk santri putri, tetap di Ujung Baru. Sementara DDI di Mangkoso tetap berjalan seperti biasa dan dikelola oleh pemimpin yang baru, yakni AGH. Muhammad Amberi Said.

Secara geografis kota Parepare amat strategis untuk menjadi pusat kegiatan organisasi dan pendidikan. Terletak di tepi pantai, kota itu memiliki pelabuhan alam yang sarat dilabuhi kapal-kapal berbagai ukuran, baik dari dalam negeri maupun dari manca negara. Kondisi ini menunjang perkembangan DDI dalam kiprah pengabdiannya. Untuk itu, manajemen organisasi DDI disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Muktamar sebagai institusi tertinggi organisasi ditetapkan dua tahun sekali. Badan-badan otonom didirikan, antara lain : Fityanud Da’wah wal Irsyad (FIDI), bergerak di bidang kepanduan dan kepemudaan, Fatayat Darud Da’wah wal Irsyad (FADI), untuk kaum putri dan pemudi, Ummahatud Da’wah wal Irsyad (Ummmahat), bagi para Ibu. Dibentuk pula dewan perguruan yang mengatur pengelolaan madrasah dan sekolah, termasuk pengangkatan guru-guru dan penyusunan kurikulum. Sistem pendidikan disesuaikan dengan kemajuan zaman.

Dalam kesibukannya memimpin organisasi dan perguruan itu, AG.H.Abdurrahman Ambo Dalle tidak melalaikan kewajibannya sebagai warga negara yang taat. Ia bersama KH. Fakih Usman dari Departemen Agama Pusat dipercayakan oleh pemerintah RI membenahi dan merealisasi pembentukan Departemen Agama Propinsi Sulawesi. Tugas itu dapat dilaksanakan dengan baik berkat ketekunan dan kesabarannya. Sebagai Kepala Depag yang pertama, diangkat KH.Syukri Gazali, sedangkan beliau sendiri diangkat menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten Parepare pada tahun 1954, menggantikan KH. Zainuddin Daeng Mabunga yang dialihtugaskan ke Makassar.

Diculik Kahar Muzakkar

Perjalanan hidup terus bergulir dengan segala dinamika yang mengiringinya. Hingga pada suatu hari, tepatnya tanggal 18 juli 1955, mobil yang dikemudikan oleh Abdullah Giling, sopir (sebelumnya adalah pembonceng) merangkap sekretaris Gurutta, dicegat sekelompok orang bersenjata lengkap di Desa Belang-Belang Kab. Maros. Awalnya, Abdulllah Giling mengira pasukan tersebut adalah tentara yang sedang latihan perang-perangan. Ketika mobil berhenti, anggota pasukan bersenjata itu membuka topi bajanya dan berhamburanlah rambut panjang melampaui punggung pemiliknya, ciri khas pasukan pemberontak. Yakinlah mereka kalau sedang dihadang oleh gerombolan separatis DI/TII( Pemberontak Darul Islam / Tentara Islam Indonesia)dibawah pimpinan Kahar Muzakkar. Waktu itu DI/TII memang banyak mengajak kaum ulama untuk dibawa masuk ke hutan dan dijadikan penasehat Kahar Muzakkar. Yang menolak akan diambil secara paksa (diculik) seperti yang terjadi pada Gurutta KH. Abd. Rahman Mattammeng. Pasukan gerombolan tersebut tidak memberikan kesempatan Gurutta Ambo Dalle untuk berbicara dan langsung dinaikkan ke atas usungan. Gurutta lalu dibawa masuk ke hutan yang menjadi basis perjuangan mereka untuk bergabung dengan anak buah Kahar Muzakkar. Niat pimpinan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia itu untuk menculik Gurutta Ambo Dalle memang sudah lama. Ketika Gurutta dihadapkan kepada Kahar Muzakkar, tokoh pemberontak ini tampak gembira, “Alhamdulillah, Pak Kiai sudah di tengah-tengah kita, Insya Allah dengan doa Pak Kiai, perjuangan kita akan mencapai kemenangan,” kata Kahar Muzakkar.

Latar belakang terjadinya penculikan terhadap diri Anre Gurutta,lebih disebabkan keinginan Abdul Kahar Muzakkar untuk menguatkan posisinya dan untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan jalan menggunakan dua unsur utama dalam masyarakat Sulawesi Selatan,yaitu; budaya dan agama islam.Dengan maksud untuk memperkuat klaimnya bahwa gerakan yang dilakukan ialah gerakan islam,dan juga Anre Gurutta memiliki pengaruh cukup besar di Sulawesi Selatan.Anre Gurutta mempunyai posisi dan kedudukan yang cukup disegani dibidang keagamaan di daerahnya,yaitu sebagai Puang Kali (Kadhi).Selain itu juga,Anre Gurutta Ambo Dalle adalah pemimpin tertinggi organisasi DDI,yaitu,salah satu Lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan,dengan jumlah santri yang cukup banyak ,bidang dakwah dan usaha sosial yang cukup berhasil khususnya di daerah-daerah yang menjadi basis gerakan DI/TII,sehingga keberadaan Anre Gurutta Ambo Dalle dalam lingkungan mereka diharapkan dapat menarik pengikut yang lebih banyak lagi.Selain itu,Anre Gurutta Ambo Dallle bersama ulama lainnya yang diculik dapat memperkuat posisi Majelis Ulama yang dibentuk dalam rangka penerapan syariat Islam di dalam lingkup DI/TII.Sekaligus memisahkan Anre Gurutta Ambo Dalle dengan DDI yang juga sangat diharapkan mampu untuk melumpuhkan organisasi itu,sebagaimana yang tercantum dalam Piagam Makalau yang dicetuskan dalam Musyawarah Besar DI/TII di Makalau (sebuah nama kampung di Gunung Latimojong) pada tahun 1955.Pasal 14 Piagam Makalau tersebut berbunyi: “ Organisasi kontrarevolusioner seperti Darud Da’wah Wal Irsyad,As’adiyah,dan semacamnya harus dilumpuhkan/dilenyapkan”.

Kemudian di dalam hutan, dengan pengawalan yang cukup ketat dari para gerilyawan, Gurutta sama sekali tidak punya peluang untuk keluar dari hutan dan kembali ke kota. Maka, terbersitlah pikiran Gurutta agar lebih baik melanjutkan misi pendidikan Islam seperti yang ia cita-citakan sejak kecil. Pengajian dilakukan pada anggota DI/TII dan keluarganya di hutan. Gurutta Ambo Dalle dengan faham Ahlusunnah Wal Jamaah tampaknya mendapat benturan dengan sebagian anggota Kahar Muzakkar yang menganut faham Wahabi dan sebagiannya lagi tidak menghiraukan mazhab. Maka tidak mengherankan jika sering terjadi konflik antara beliau dengan Kahar Muzakkar dan pengikut setianya.

Selama delapan tahun Gurutta berada di hutan di tengah kancah perjuangan idealisme kaum gerilyawan DI/TII, selama itu pula Kahar Muzakkar tidak pernah jauh dari Gurutta. Kemana ia pergi Gurutta selalu diikutkan. Kalau ada pasukan yang terluka kena tembakan dari serangan TNI, Gurutta mengobati hanya dengan air putih yang ia doakan, berangsur-angsur luka itu sembuh dan sang prajurit itu berguru dan menjadi murid Gurutta.

Pada tahun 1963, Operasi Kilat yang dilancarkan oleh pemerintah (TNI) semakin menekan kaum pemberontak itu sehingga kekuatan mereka kian lemah dan terpecah-pecah. Gurutta pun tidak pernah lagi mendapatkan pengawalan seperti sebelumnya. Hal itu digunakan oleh Gurutta untuk mencari kontak dengan TNI dan berusaha keluar dari hutan. Beliau dijemput oleh TNI dipimpin A. Patonangi yang memang sudah lama mencarinya dan langsung dibawa menghadap Panglima Kodam XIV Hasanuddin- waktu itu Kolonel M.Yusuf. Pertemuan itu sangat mengharukan dan suasana hening pun terjadi dalam ruangan, layaknya pertemuan seorang anak dengan orang tuanya yang sudah lama memendam rindu, baru berjumpa setelah berpisah sekian lama. Sungguh banyak hal yang bisa dipetik dari pengalaman selama di hutan, namun yang pasti Gurutta lebih menuai kebijaksanaan dan kearifan dalam menilai semua itu.

Hijrah Ke Kaballangan Pinrang

Pada tahun 1977, pemilu kedua berlangsung selama zaman orde baru. Pada waktu itu, kondisi politik Indonesia terasa sangat panas. Baranyanya pun bergulir sampai ke kampus DDI Ujung Lare Parepare. Berkaitan dengan peristiwa pemilu ini, Gurutta berada dalam kondisi yang cukup dilematis. Keadaan memaksa beliau untuk memilih. Atas dasar demi menyelamatkan organisasi dari tekanan pemerintah yang cukup refresif, akhirnya AG.H.Abdurrahman Ambo Dalle menyatakan diri bergabung dengan Golongan Karya (Golkar), partai politik yang berkuasa saat itu. Itupun setelah melalui perenungan dan kontemplasi yang matang dan didahului dengan shalat istikharah, untuk memohon petunjuk Illahi Rabbi agar dapat menentukan dan memilih jalan yang terbaik. Gurutta KH. Ambo Dalle memilih ikut bersama dengan pemerintah membangun bangsa dan negara daripada harus berseberangan jalan.

Meskipun pilihan politik itu bersifat pribadi, tidak membawa DDI sebagai lembaga, tapi tampaknya sikap ini tidak menghembuskan angin segar dalam internal warga DDI? Diantara tokoh DDI dan murid-muridnya banyak yang tidak setuju dengan sikap yang diambil Gurutta. Sikap itu dianggap sudah keluar dari garis perjuangan DDI. Hal itu berdampak pada keterpecahan sikap dari para santri tempat beliau memimpin. Peristiwa ini memberi dampak serius terhadap mekanisme pendidikan di Pesantren DDI Ujung Lare dan Ujung Baru Parepare yang dipimpin langsung oleh Gurutta. Kedua kampus itu nyaris kosong ditinggalkan oleh santri-santri yang tidak bisa menerima sikap politik Gurutta. Akhirnya para santriwati yang tadinya tinggal di Ujung Baru ditarik ke Ujung Lare untuk bergabung dengan santri putra yang masih bertahan.

Peristiwa tersebut membuat Gurutta sangat kecewa sehingga hampir saja membuatnya hijrah ke Kalimantan Timur. Ketika itu, pemerintah daerah dan masyarakat di sana menunggunya. Issu ini sempat tercium oleh Bupati Pinrang (Andi Patonangi). Beliau lalu menawarkan kepada Gurutta sebuah kawasan di daerahnya untuk dijadikan pesantren. Tahun 1978, akhirnya Gurutta hijrah lagi ke Pinrang, tepatnya di desa Kaballangan. Itulah awal berdirinya Pesantren Kaballangan Kabupaten Pinrang yang dipimpin langsung oleh beliau. Sedangkan pesantren di Parepare diserahkan kepada KH. Abubakar Zaenal.Adapun nama pondok tersebut bernama DDI Manahilil Ulum Kaballangan yang dikelola dan diasuh langsung oleh Gurutta Ambo Dalle beserta beberapa tenag pengajar seperti,Dr. H.Abd.Rahim Arsyad, MA, H.Syamsul Bahri MA, H, Muhammad Yunus Shamad, Lc,M.M., Drs,H.Jamaluddin S, H.Lukmanul Hakim,Lc dan sejumlah guru-guru serta santri seniornya yang ikut Bersama Anreggurutta pindah ke Kaballangan ditambah guru-guru bantua dari pemerintah,baik melalui Departemen Agama maupun instansi lainnya,dan juga terdapat dua tenaga pengajar atau dosen dari Al-Azhar Mesir yang ikut membantu kelangsungan dan pengeembangan pesantren ini.

Namun, satu hal yang perlu dicatat bahwa kedekatan Gurutta dengan Golkar dan pemerintah orde baru, selain telah menorehkan pengalaman pahit bagi DDI, harus diakui pula telah mendatangkan kebaikan bagi DDI. Tidak ada lembaga pendidikan dan organisasi Islam, khususnya di Sulawesi Selatan, yang demikian diperhatikan oleh pemerintah melebihi perhatian terhadap DDI. Pembangunan Pondok Pesantren DDI Kaballangan, misalnya, tidak lepas dari perhatian dan bantuan pemerintah. Pesantren putra yang dipimpin langsung oleh Gurutta itu tidak pernah sepi dari kunjungan pejabat, sipil dan militer, baik dari provinsi maupun pusat. Tentu saja, kunjungan itu membawa sumbangan untuk pesantren. Meskipun begitu, hubungan baiknya dengan pemerintah tidak pernah digunakan untuk kepentingan pribadi. Juga kedekatan itu tidak mengorbankan kharismanya sebagai ulama panutan yang disegani.

Karamah-karamah Anre Gurutta Abd.Rahman Ambo Dalle.

Karamah adalah sesuatu hal yang luar biasa (khariqul ‘adah) yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hamba pilihan (Wali-wali-Nya) sebagai suatu tingkat keistimewaan bagi mereka. Para Wali Allah SWT yang telah mujahadah,bersungguh-sungguh dan terus menerus mendekatkan diri serta meningkatkan ketakwaanya kepada Allah SWT guna mendapatkan Ridha dan mahabba-Nya,melaksanakan ibadah dengan seimbang antara syariat dan hakikat antara syariat lahir yang disertai keikhlasan batin lillahi ta’ala.Apabila dilihat dari kriteria Wali Allah yang disebut dalam Al Quran dan Hadis begitu pula pandangan para Ulama tentang Wali Allah ,Anre Gurutta Ambo Dalle dapat disejajarkan dengan deretan wali-wali Allah.Namun,Anre Gurutta tidak pernah menyatakan dirinya sebagai wali sekalipun telah banyak hal yang luar biasa (peristiwa-peristiwa irrasional)terjadi pada dirinya.Segala yang terjadi pada dirinya,Anre Gurutta tidak pernah mengatakan itu adalah kekeramatan.Beliau dengan penuh tawadhu’ mengatakan saya hanya hamba Allah yang istiqamah melaksanakan ajaran agama dan senantiasa melaksanakan ajaran agama serta melaksanakan pendekatan diri dan meningkatkan ketakwaan kepada-Nya serta menyebut apa yang terjadi pada dirinya sebagai hal yang luar biasa adalah ma’unah/magutsah(bantuan Allah)kepadanya demi untuk mengurus kepentingan ummat.

 Anre Gurutta H. Abd. Muin Yusuf seorang Ulama besar dan Ketua MUI Sulawesi Selatan pada masanya dan Anre Guruttta H.Muh.Amin Nashir Kepala Lektur Keagamaan Departemen Agama pada masanya, keduanya adalah muridnya Anre Gurutta Ambo Dalle di MAI Sengkang dan keduanya tingggal bersama di rumah yang ditempati Anre Gurutta Ambo Dalle tinggal.Keduanya menyatakan bahwa Anre Gurutta Ambo Dalle sejak di Sengkang sudah nampak hal-hal yang luar biasa pada dirinya khususnya kedalaman ilmu pengetahuannya yang diperoleh melalui ilmu ladunni dan makin Nampak setelah beliau kembali dari Mekkah.Dimana gurunya yaitu,Anre Gurutta Puang Haji Sade (K.H. M. As’ad ) menganggap Anre Gurutta Ambo Dalle setara dengan ilmunya sehingga dipercayakan menjadi asistennya sekaligus membina MAI Wajo Sengkang yang dipimpin langsung oleh Anre Gurutta Puang Aji Sade.

 Ketika Anre Gurutta Hijrah ke Mangkoso,perkara-perkara ganjil terjadi pada dirinya yang diawali dengan turunnya Lailatul Qadr pada malam ke-27 Ramdhan 1939,sekitar pukul 02.00 menjelang dini hari. Saat itu Anre Gurutta Abd.Rahman Ambo Dalle melakukan I’tikaf di masjid Mangkoso dengan melakukan qiyamullail dan berdzikir tiba-tiba seluruh sudut masjid Mangkoso ,tiba-tiba dipenuhi oleh Cahaya terang benderang yang entah datangnya dari mana asalnya.Pada awalnya Masyarakat menduga terjadi kebakaran sehingga masyarakat menduga terjadi kebakaran sehingga masyarakat berkumpul menyaksikan peristiwa tersebut.Cahaya itu lalu membungkus tubuh Anre Gurutta hingga kemudian Anre Gurutta merasa kedinginan dan tubuhnya menggigil.Sesaat kemudian terdengar suara yang menyapanya, “Aku diutus oleh Allah SWT untuk menemuimu,Engkau boleh meminta salah satu dari tiga hal dan Allah akan mengabulkannya,kalau Engkau mengiginkan harta Engkau akan memperoleh harta yang melimpah ruah,kalau Engkau menginginkan pangkat Engkau akan memperlohe pangkat yang sangat tinggi,dan sekiranya Engkau menginginkan ilmu,Engkau akan memiliki ilmu yang sangat tinggi dan berberkah”. Mendengar suara itu ,Gurutta spontan menjawab “ Berikan Aku ilmu,jadikan ilmuku berberkah dan siapapun yang menuntut ilmu disini dengan hati yang Ikhlas akan mendapatkan keberkahan ilmu itu,dan Aku memohon agar tujuh generasi ku dijadikan Ulama Ahlussunnah wal Jamaah” Selanjutnya Anregurutta mengajak semua masyarakat masuk masjid mengambil berkah dan beribadah serta berdzikir kepada Allah SWT sambil menunggu shalat subuh.Menurut keterangan AGH.Burhanuddin, peristiwa tetrsebut disaksikan oleh banyak orang diantaranya H.Andi Abd.Kadir Karaeng Lembang Parang dan H.Sofyan Qadhi Kiru-kiru.

Seringkali juga terjadi, tatkala beliau tertidur atau sedang sendirian di dalam kamar tiba-tiba Gurutta berbicara dalam bahasa Arab. Saat ditanya oleh santri yang mendengarkan, Gurutta menjelaskan bahwa ia baru saja kedatangan tamu Wali Allah atau gurunya dari Sengkang, Anregurutta As'ad .Pernah suatu ketika Anre Gurutta Ambo Dalle pernah bercerita kepada murid terdekatnya yaitu AGH.Prof.DR.Abd.Rahim Arsyad.MA. bahwa ketika masih tinggal di Mangkoso,Gurutta pernah tertidur selama tiga hari tiga malam,Gurutta bercerita bahwa Beliau didatangi sejumlah wali Allah untuk mengajak Anre Gurutta untuk menjadi wali yang tidak Nampak (mastur).Namun,beliau menolaknya karena amanah untuk mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan dan dakwah harus diutamakan dan tidak boleh ditinggalkan.

Di mimpinya yang lain, Gurutta melihat dirinya berjalan bersama teman-temannya menuju ke sebuah bukit Mengenai hal ini, Gurutta bercerita Saya bersama beberapa orang berjalan menuju sebuah bukit. Sesampainya di bukit tersebut, saya lalu mendaki ke puncak. Teman-teman saya yang lain tidak mampu mengikuti, tertinggal di bawah. Di puncak bukit, Saya melihat beberapa wajan di atas tungku yang masih menyala. Di dalam wajan tersebut terdapat bubur yang terbuat dari ramuan kitab Setiap wajan memiliki nama kitab dari cabang ilmu tertentu. Ketika salah satu isi wajan tersebut saya makan, serentak isi wajan yang lain ludes pula isinya. Saat terbangun, semua isi kitab itu saya hafal dengan baik (AGH Abd Rahman Ambo Dalle, wawancara 18.4.1991).

Pengalaman gaib lainnya, Gurutta bermimpi bertemu Imam Syafi dan memperoleh ilmu dan hikmah dari ulama besar pencetus salah satu mazhab tersebut. Mimpi seperti itulah biasanya dijadikan petunjuk dalam mengambil sikap disaat menghadapi suatu masalah, baik sifatnya pribadi, menyangkut organisasi, bahkan kenegaraan.

Pada zaman penjajahan Jepang, Gurutta seringkali dibonceng sepeda melewati pos penjagaan Tentara Jepang memerintahkan setiap orang yang melewati pos untuk turun dari sepeda dan memberi hormat. Kepada Abdullah Giling yang memboncengnya, Gurutta memerintahkan untuk jalan terus, tidak perlu berhenti.Gurutta pun lewat tanpa halangan apa-apa. Hanya saja, pengendara sepeda yang menyusul di belakang dan ikut ikutan tidak turun mendapat bentakan dan dipukuli oleh petugas pos.

Pernah juga suatu ketika, masyarakat Mangkoso resah akibat kemarau berkepanjangan.Sungai, sumur, dan mata air kering. Sawah yang semestinya ditanami meranggas dan tanahnya retak retak. Melihat keadaan itu, Gurutta tidak tinggal diam. Ia segera meminta penduduk berkumpul di lapangan sepak bola untuk melakukan shalat istisqa dan berdoa meminta hujan yang ia pimpin langsung. Seluruh masyarakat yang mengikuti prosesi itu menjadi saksi betapa makbulnya doa Sang Anregurutta Orang-orang belum beranjak meninggalkan lapangan tiba-tiba hujan deras mengguyur bumi.

Dalam buku “ Anregurutta Ambo Dalle Lentera dari Tanah Bugis”,salah seorang santri Anregurutta yang menjadi Dosen berbagai perguruan tinggi di Samarinda ini menceritakan pengalamannya mendampingi Anregurutta mengadakan perjalanan ke berbagai daerah.Pertengahan tahun 1989,Ia mendampingi Gurutta melakukan safari di tiga provinsi: Kalimantan Selatan,Kalimantan Timur,dan Sulawesi Tengah.Ketika berada di Sulawesi Tengah,tepatnya di daerah Toli-Toli di daerah pinggiran Pantai sekitar Bembala,Gurutta dan Dirinya dijamu.Kepada pemilik rumah santri ini meminta kobokan karena Gurutta tidak senang pakai sendok dengan alasan kurang berkah.Pemilik rumah lalu memberitahu bahwa air yang ada di baskom besar itulah yang disiapkan untuk kobokan Gurutta karena nanti setelah Gurutta pakai cuci tangan,air bekasnya akan diambil berkah oleh masyarakat.Dengan bijaksananya, Gurutta lalu memberi pengertian bahwa kalau untuk makan sebaiknya dengan kobokan kecil saja,sedangkan air yang di baskom akan didoakan oleh Gurutta dan tidak perlu dijadikan kobokan .Ketika santri ini bertanya mengapa air bekas cuci tangan Gurutta diminta sebagai berkah,Warga menjawab bahwa dulu di kampung tersebut air tawar sangat susah didapatkan karena berada di pinggir laut.Saat Gurutta datang ke tempat itu pada tahun 1970-an Guruttta mendoakan air,lalu air tersebut di campur ke sumur yang asin itu,atas izin Allah SWT,sejak saat itu air sumur yang dicampur dengan air yang telah didoakan Gurutta menjadi tawar.Ketika lain waktu santri ini kembali berkunjung ke tempat tersebut ternyata air sumur itu masih tawar.

Dari peristiwa-peristiwa yang telah disebutkan di atas,masih banyak hal-hal luar biasa lagi yang terjadi pada diri Beliau seperti adanya uang secara tiba-tiba dibaawah bantal atau laci dengan jumlah sesuai kebutuhan,kemudian dapat mengobati orang sakit,dan sembuh dengan izin Allah ,dan yang paling terkenal dari semuanya adalah doanya yang sangat mujarab dan maqbul.Itu semua sebagai bentuk Anugerah/Mau’nah dari Allah SWT.Dalam Hadis Qudsi, Allah SWT telah menyatakan kepada hambanya yang dicintainya “ Apabila hamba-Ku meminta pertolongan nisacaya Aku memberikan pertolongan kepadanya dan apabali hamba-Ku meminta perlindungan niscaya Aku berikan perlindungan kepadanya”.

Karya-karya Ilmiyah dan Seni Anre Gurutta Ambo Dalle dan Penghargaan -penghargaan yang diberikan kepadanya.

1.Karya-karya Ilmiyah

Kemampuan seorang Ulama menghasilkan karya-karya ilmiah yang bermutu memainkan peranan yang sangat penting dalam ketokohannya.Semakin bermutu karya-karya yang dihasilkan semakin masyhur ketokohannya.Dengan karya-karya yang bermutu juga seorang ulama akan dikenag sepanjang zaman karena dengan karya-karya tersebut akan mejadi saksi untuk selama-lamanya.Salah satunya Anregurutta Ambo Dalle yang diberi oelh Allah SWT karunia ilmu yang sangat tinggi,Beliau seorang ulama yang sangat mumpuni.Terbukti dari karya-karyanya ilmianhnya yang dikarangnya dalam berbagai disiplin ilmu antara lain Aqidah,Akhlak,Tasawwuf,Fiqh ,Ushul Fiqh,Tajwid,Nahwu,Sharf,Balaghah,Mantik,dan Sirah Nabawiyah.

Menurut murid terdekat Anregurutta Ambo Dalle yang juga sebagai juru tulis kitab-kitab beliau,mereka mengatakan bahwa Anregurutta Ambo Dalle telah menulis kitab lebih dari 40 kitab.Namun,yang berhasil ditemukan sebnayak 30 buah kitab dalam berbagi disiplin ilmu dan telah dicetak serta dipublikasikan.

Ke 30 buah kitab tersebut terbagi dari berbagai disiplin ilmu yang telah disebutkan sebelumnya dan kitab-kitab tersebut sebahagian berbahasa Arab,Indonesia ,dan Bugis, antara lain;

a.Bidang Aqidah

1. Al-Risalah al-Bahiyyah fi al-‘Aqaid al- Islamiyyah, terdiri dari tiga jilid dengan tebal 16 halan setiap jilid ditulis dalam bahasa Arab dan berbicara tentang sifat-sifat wajib,mustahil,jaiz bagi Allah SWT,Juga berbicara masalah surga dan neraka dan lain-lain

2.Al-Hidayah al-Jaliyyah,buku ini tebalnya 44 halaman ditulis dalam bahasa Bugis yang membicarakan tentang asas-asas aqidah Islam seperti prinsip-prinsip mengesakan Tuhan, penyelewangan dalam tauhid dan lain-lain

3.Maziyyah Ahlu Sunnah wal-Jama’ah, buku ini tebalnya 47 halaman,ditulis dalam bahasa Bugis menguraikan tentang Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dan 73 aliran-aliran lainnya dan menjelaskan bahwa hanya golong Ahlussunnah wal Jamaah adalah satu-satunya aliran yang benarsedangkan aliran-aliran lainnya adalah sesat.

4.Syifa al-Af’idah min al Tasyaum wa al- Tiyarah, buku ini ditulis dalam bahasa Bugis dan Indonesia,tebalnya 20 halaman,membicarakan masalah yang dapat merusak aqidah Isalam seperti;amalan tukang tenun,peramal nasib kepercayaaan terhadap pemali-pemali dan lain-lain.

b.Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh

1.Mursyid at-Tullab, buku ini ditulis dalam bentuk syair bahasa arab sebanyak 500 Bait,tebal 39 halaman,menguraikan tentang kaidah-kaidah Fiqh dan Ushul Fiqh.

2.Al-Durus al Fiqhiyyah, buku ini ditulis dalam bahasa Arab,tebal 36 halaman,menguraikan tentang cara bersuci,shalat fardu,shalat sunnah,puasa,zakat dan haji.

3.Bughyatul Muhtaj, buku ini ditulis dalam bahasa Bugis,tebal 18 halaman tentang tata cara menunaikan ibadah haji,syarat-syarat ,rukun-rukun,wajjib haji dan baca-bacaanya.

4.Al-Shalatu ‘Imad ad-Din,buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam bahasa Bugis,tebal 27 halaman membicarakan tentang tata cara shalat dan baca-bacaanya.

5.Mukhtashar al-Durus al-Fiqhiyyah, buku ini ditulis dalam bahasa Arab,tebal 20 halaman,berbentuk tanya jawab tentang alat dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti wudhu,zikir,dan doa yang dibaca setelah sholat

6.Rabbi Ij’alni Muqima al-Shalah,Risalah fi Bayani Ahkami wa Hikam al-Shalat, buku ini ditulis dalam bahasa Bugis,tebal 110 halaman berbicara tentang pengertian sholat,kedudukannya, dan cara pelaksanaannya disertai dengan dalil-dalil Al-Quran dan Hadis

7.Al-Fiqhu al-Islami, ditulis dalam bahasa Arab dan diterjermahkan ke dalam bahasa Bugis,tebal 48 halaman, berbicara masalah shalat fardhu dan shalat-shalat sunnah.

c.Bidang Akhlak Tashawwuf

1.Hilyatu al-Syabab, buku ini ditulis dalam bahasa Arab terdir dari 3 jilid,dan tebal 36 halaman berbicara tentang akhlak kepada Allah SWT,akhlak sesama manusia begitu pula dibicarakan perlunya menjaga dan merawat kesehatan lahir dan bathin

2.Al-Qaulu al-Shadiq fi Ma’rifati al Khaliq, buku ini ditulis dalam bahasa bugis,tebal 44 halaman,berbicara tentang tasawwuf,ibadah,zikir,dan cara mendekatkan diri kepda Allah SWT serta menghadapi kematian.

3.Al-Nukhbah al-Mardiyyah, buku ini ditulis dalam bahasa Arab ,tebal 38 halaman,berbicara tentang etika seperti akhlak,ikhlas,riya,dan berbicara tentang menuntu ilmu dan mengajarkannya disertai dengan dalil-dalil Al-Quran dan Hadis.

d.Bidang Lughoh

1.Mufrad al-Arabiyah, buku ini membahas tentang kalimat-kalimat bahasa Arab dan sinonimnya serta contoh-contoh membuat susunan kalimat bahasa Arab.

2.Irsyadu al-Salik, buku ini dalam bahasa arab memuat beberapa bait Alfiyah ibnu Malik mengenai kaidah nahwu.

3.Tanwir al-Thalib, buku ini ditulis dalam bahasa arab,dan berbicara tentang ilmu sharaf.

4.Tanwir al-Thullab, buku ini terdiri dari 2 jilid,jilid pertama berbicara tentang Ilmu Nahwu,dan jilid kedua berbicara tentang Ilmu Sharaf,ditulis dalam bahasa arab

5.Irsyad al-Thullab, buku ini ditulis dalam bahasa Arab,dan berbicara tentang Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf

6.Ahsan al-Uslub wa al-Shiyagah, buku ini terdiri dari 2 jilid,ditulis dalam bahasa Arab ,berbicara tentang ilmu Balaghah.

7.Namuzaj al-Insya’, buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan berbicara tentang cara menyusun kalimat bahasa Arab dan contoh-contohnya.

8.Sullam al-Lughah, buku ini ditulis dalam bahasa arab dan membahas tentang kaidah dalam mempelajari bahasa Arab.

e.Bidang Tarikh dan Sirah Nabawiyah

1.Al-Sirah al-Nabawiyah,buku ini terdiri dari 3 jilid,ditulis dalam bahasa Arab,berbicara tentang sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.

2.Al-Dabit al-Jaliyah, buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan membahas tentang tarikh Hijrah.

f.Bidang Lainnya.

1.Miftah al-Muzakarah, buku ini terdiri dari 3 jilid,ditulis dalam bahasa Arab ,berbicara tentang panduan tata cara berdiskusi.

2.Miftahu al-Fuhum fi Mi’yari al-Ulum, buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan mengandung asas-asas Ilmu Mantiq

3.Hazihi Ad’iyah Mabrurah, buku ini berisi tentang himpunan doa-doa dalam bahasa Arab bersama dengan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dan Bugis.

4.Ilmu Tajwid, buku ini ditulis dalam Bahasa Arab.

5.Kumpulan Serial Khutbah Jum’at, ditulis dalam bahasa Bugis.

6.Sulo Mattappa, buku ini ditulis dalam Bahasa Bugis, menguraikan tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj beserta hikmahnya.

Perlu disebut bahwa sebahagian kitab-kitab Anre Gurutta Ambo Dalle diperuntukkan untuk murid-murid pada jenjang pendidikan ibtidaiyyah,tsanawiyah,dan Aliyah,serta menjadi buku wajib bagi seluruh madrasah yang dibina oelh organisasi DDI.Adapun sebahagian lainnya diperuntukka kepada Masyarakat.

Disampipng Karya-karya ilmiyah yang berbentuk kitab ,Anre Gurutta Ambo Dalle juga menerbitkan majalah-majalah melalui organisasi DDI yang dipimpinnya dan diebri nama Risalah al -Dariyah,kemudian berubah menjadi ‘’Suara DDI’’.Majalah tersebut memuat artikel-artikel tentang ilmu pengetahuan keagamaan yang ditulis secara berkala (bersambung),yang memuat perkembangan organisasi,kajian tafsir,fikhi,khutbah jumat dan lain-lain.

2.Karya -karya Seni Anre Gurutta Ambo Dalle

Salah satu keistimewaan Anre Gurutta Ambo Dalle selain dikenal dengan Ulama yang memiliki ilmu yang tinggi dan karya-karya ilmiyahnya yang banyak,Anre Gurutta bisa juga disebut Seniman dan Sastrawan,terbukti beliau memiliki macam-macam karya seni,di antaranya; Seni Kaligrafi arab, seni melukis,dekorasi,desainer pakaian pengantin,menulis lagu-lagu nyanyian baik berbahasa Arab,Indonesia dan Bugis.Adapun Karya-karya seni dalam bentuk lagu (nyanyian) antaralain judulnya sebagai berikut.

1.Ambo Aja Tamangingngi Pattuntukka ridecengnge

2. Aja Lalo Tallupaiwi Pappedecenna Gurutta

3.Marhaban Ahlan wa Sahlan

4.Qad Ikhtar Allahu llana dina huwal Islam

5.DDI Sekolah Kita

6.Sempajangnge

7.Allahu Jalla Sya’nuhu

8.Nasaba Asenna Puangnge

9.Sipa-Sipa’na Nabitta

10. Hubbul Amal

11.Ajajingenna Nabitta

12.Hai Saudari

13. Ya Ayyuhan Nasyrul Kiram

14.Ilahuna Ya Zal Gany

15. Alkhulukul Hasan

16.Indonesia Uhkumi.

3. Penghargaan -penghargaan

 Pada masa akhir hidupnya,Anre Gurutta banyak menerima penghargaan dari negara /pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan,di antaranya adalah sebagai berikut.

1.Tanda kehormatan Bintang MAHA PUTRA NARARYA dari presiden RI.BJ.Habibie tahun 1999

2.Penghargaan dari Pemerintah Daerah Tk II Wajo sebagai PUTRA DAERAH BERPRESTASI (Bupati Wajo dan DPRD) tahun 1998.

3.Penghargaan dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) sebagai TOKOH PENDIDIK BIDANG AGAMA SE-INDONESIA TIMUR (Rektor UMI)TAHUN 1986.

4.Penghargaan dari Pemda Sulawesi Selatan sebagai TOKOH DA’I SULAWESI SELATAN (Gubernur Sulawesi Selatan.

5.Penghargaan dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Sulawesi Selatan Sebagai TOKOH MASYARAKAT ISLAM Sulawesi Selatan.

6.Dan Lain-lain dari pada penghargaan yang diberikan kepadanya baik melalui organisasi politik maupun dari LSM dan lain-lain.

Detik-detik terakhir dan Penutup

Karena usianya yang kian sepuh, Gurutta beberapa kali jatuh sakit. Suatu hari, tanggal 8 November 1996, karena sakitnya dianggap parah, beliau dirawat secara khusus di ruang Intensif Care Unit (ICU) Rumah Sakit Akademis Ujung Pandang Para dokter ahli yang memeriksa dan merawat beliau mengatakan bahwa ulama besar itu dalam keadaan yang "sehat-sehat saja karena tidak menemukan penyakit yang serius. Kesimpulan para ahli medis itu sekaligus mengisyaratkan bahwa Gurutta mengidap penyakit tua". Usianya memang telah uzur. Tuhan memberinya keistimewaan untuk melalui masa akhir hayat dengan tenang.

Rupanya, sakit Gurutta kali ini merupakan sakit yang terakhir. Setelah beberapa hari menjalani perawatan, pada hari Jum'at tanggal 29 November 1996, saat kaum muslimin sedang melaksanakan salat Jumat. Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle menghembuskan nafas terakhir, meninggalkan semua yang dicintai dan mencintainya, menuju ke zat yang lebih mencintainya, Anregurutta berangkat dengan hati yang tenang karena perjuangan yang dirintisnya telah membuahkan hasil.

 Esoknya, hari Sabtu tanggal 30 November 1996, sesuai wasiatnya semasa hidup, Gurutta dimakamkan di halaman depan Masjid Mangkoso, berdampingan dengan Gurutta H. M. Amberi Said dan Petta Soppeng. Sebelumnya, jenazah disemayamkan di rumah Gurutta di Ujung Baru Pare-Pare. Tumpah ruahnya ribuan orang pada prosesi pemakaman beliau menunjukkan betapa besarnya kecintaan umat kepadanya.

 Kapuspen ABRI dan semua petinggi Sulawesi Selatan, mulai dari Gubernur, Ketua DPRD, Pangdam, Kapolda, serta tercatat 11 Bupati disamping puluhan tokoh penting lainnya, turut mengantarkan beliau ke peristirahatan terakhir. Dari Jakarta, Wakil Presiden, Pangab, Mendikbud, dan Kasad mengirimkan karangan bunga, kemudian AGH.M.Faried Wadjedy memberikan sambutan mewakili keluarga pada acara pemakaman AGH Abd Rahman Ambo Dalle.

Dengan konsep ilmu,amal dan keikhlasannya yang dijalankan secara bergandengan membuat Gurutta Abd.Rahman Ambo Dalle sukses dalam membangun dan mengembangkan DDI, baik secara organisasi maupun sebagai pusat pendidikan dan dakwah hingga akhir hayatnya.Semua gerak langkah Gurutta dalam mengembangkan DDI menjadi indikasi penting yang menunjukkan Gurutta sukses membangun DDI karena perjuangannya didasari keikhlasannya yang murni semata-mata untuk mengharapkan keridhoan dan Rahmat Allah SWT semata.Ini yang selalu dinasihatkan kepada anak muridnya bahwa segala sesuatu yang didasari dengan keikhlasan pasti berjaya mendapat bantuan dan bimbingan dari Allah SWT.Sementara segala sesuatu yang tidak didasari dengan keikhlasan hanya ingin mencari pujian dan kedudukan dunia,pasti tidak akan berkelanjutan,karena jauh dari pertolongan dan Rahmat Ilahi.Karakter berjuang bersama Ridha Allah pasti akan berkesinambungan sedangkan yang hanya dibangun berasaskan tujuan duniawi saja ,akan gagal ditengah jalan.

27 tahun lalu Al-Maghfurullah Anre Gurutta Ambo Dalle telah meninggalkan kita dan secara fisik tidak lagi bersama dengan kita,maka dari itu ,Mari para kader dan warga DDI kita bertekad ,bersatu berkomitmen untuk melanjutkan warisan yang di tinggalkannya,yaitu DDI.

Mari satukan Langkah untuk mengantar warisan Anre Gurutta ini (DDI) mencapai kejayaannya menerangi ummat sebagaimana tujuan utama Anre Gurutta Ambo Dalle,Mari kita kembali menjadikan Anre Gurutta Ambo Dalle sebagai contoh dalam membangun dan mengembangkan DDI.Kita harus kembali kepada akhlak Anre Gurutta Ambo Dalle dan menjadikan ke-DDI-an sebagai karakter yang harus diamalkan oleh setiap kader dan warga DDI.

Salah satu hal yang perlu diingat terus oleh kader dan warga DDI adalah kata-kata beliau :

“Agagakku agagannato DDI,Agaganna DDI Taniya agagakku”

Maksudnya : “DDI adalah Saya dan Saya adalah DDI,milik Saya adalah milik DDI,dan milik DDI bukan milik saya”. Ungkapan ini tidak hanya diucapkan tetapi diwujudkan dalam perilaku sehari-hari secara konsisten sepanjang hidupnya.Gurutta bukan hanya berbicara tetapi juga memberi contoh,tidak hanya berbicara dengan berkata-kata tetapi juga dengan perilaku.Maka dengan itu semua kita dapat melanjtukan dan melestarikan DDI sebagai wadah yang membumikan nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah sebagaimana yang telah dirintis dan diamalkan Al-Maghfurullah Anre Gurutta H.Abd.Rahman Ambo Dalle.

Wallahu a’lam bi showab.

AL FAQIR ILA RAHMATI RABBI

MURSYID AL MUMTAZ.

SUMBER:

ARSYAD,ABD.RAHIM.2020.DAKWAH,,PEMIKIRAN,DAN AJARAN ANRE GURUTTA K.H. ABD.RAHAMN AMBO DALLLE.SULAWESI SELATAN :BUAH PENA PUBLISING

SAID,AHMAD RASYID A.2009. DARUD DAKWAH WAL-IRSYAD ABD.RAHMAN AMBO DALLE,DALAM PRESPEKTIF SEJARAH,ORGANISASI,DAN SISTEM NILAI.MANGKOSO: PP DDI MANGKOSO.

MUHAMMAD RASYID RIDHA AD.(2022) KEIKHLASAN DAN KETELADANAN AGH.ABD.RAHMAN AMBO DALLE TERHADAP PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN DARUD DA’WAH WAL IRSYAD (DDI),IAIN PARE-PARE.,SUL-SEL.INDONESIA

BIOGRAFI AG KH ABD.RAHMAN AMBO DALLE https://ddi.or.id/biografi-ag-kh-abdul-rahman-ambo-dalle/


Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Addariah. Designed by OddThemes