BREAKING NEWS

Selasa, 28 Oktober 2025

Menggali Nalar Kritis: Metode Tanya Jawab dan Qiyas ala Imam Abu Hanifah


Oleh: Muhammad Zul Kahfi Luqman

Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam membangun suatu bangsa yang cemerlang. Metode Pembelajaran yang efektif ialah kunci utama untuk menciptakan manusia yang kompeten dan berkualitas bahkan mampu untuk berpikir kritis.

Dalam Islam sendiri metode pembelajaran menjadi perhatian serius para intelektual Islam sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang, tak terkecuali Abu Hanifah, di mana  beliau dikenal luas sebagai salah seorang pelopor teori pendidikan Islam. Karena, seorang guru atau pendidik yang baik tidaklah sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang  mendalam saja, tetapi juga perlu mempunyai kemahiran juga keahlian dalam aspek metode pembelajaran.

Di dalam sebuah jurnal yang di tulis oleh adinda Naila Khoerunnisa seorang mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang Indonesia bahwasanya, metode pembelajaran sendiri merupakan “jembatan penghubung” antara guru dan murid dalam proses aktivitas belajar mengajar, secara sederhana jika metode pembelajaran tidak tepat, maka guru pasti akan kesulitan saat mengajar, begitupun dengan murid yang menerima ilmu itu sendiri. Oleh karena itu metode mengajar adalah hal yang sangat penting untuk menentukan apakah pendidikan berhasil atau tidak.

Adapun metode pembelajaran yang sering kali digunakan Abu Hanifah adalah tanya jawab, metode ini adalah cara pengajaran yang kerap diterapkan oleh Abu Hanifah ketika mengajar muridnya. Dalam praktiknya, metode tanya-jawab adalah teknik pengajaran yang efektif. Karena metode ini memastikan setiap subjek melakukan interaksi dan komunikasi yang aktif antara guru dan murid.

Abu Hanifah sebagai guru mengajukan pertanyaan, lalu murid menjawabnya. Pendekatan ini bisa menggunakan dialog atau debat. Tujuannya adalah melatih siswa agar bisa berpikir kritis dan punya kemampuan menganalisis jawaban yang diberikan guru dengan baik.

Metode tanya jawab Abu Hanifah serupa dengan Metode Sokratik, sebuah teknik kuno dari filsuf Yunani yaitu Socrates. Dari jurnal yang di kemukakan  oleh Tian Abdul, Dosen Magister di Universitas Negeri Jakarta , gaya belajar yang diajarkan oleh Jones, Bagford , dan Wales. Sebagai proses debat yang dipimpin guru yang memancing siswa untuk memikirkan kelayakan asumsi mereka atau mengambil keputusan. Dengan demikian, baik Abu Hanifah maupun Socrates menggunakan metode dialogis untuk mendorong pemikiran mendalam dan penalaran independen, alih-alih sekadar transfer informasi satu arah.

Inti dari metode ini adalah guru memberi pertanyaan untuk memancing murid agar berpikir kritis dan menemukan jawaban sendiri. Sebagaimana  yang dilakukan oleh imam Abu Hanifah, beliau pernah bertanya kepada gurunya; Muhammad Al-Baqir , untuk mengonfirmasi tuduhan yang menyatakan bahwa ia telah mengubah agama Rasulullah Saw. Tariq Suwaidan menukilkan bahwa Abu Hanifah berkata kepada Muhammad Al-Baqir sebagai berikut:

“Di hadapan Muhammad Al-Baqir, Abu Hanifah berkata, 'Aku akan bertanya kepadamu tentang tiga hal dan aku berharap engkau berkenan menjawabnya. Siapa yang lebih lemah, laki-laki ataukah perempuan?' Al-Baqir menjawab, Perempuan lebih lemah daripada laki-laki.' Abu Hanifah bertanya lagi, Berapakah pembagian harta warisan antara mereka?' Al-Baqir menjawab, Laki-laki memiliki dua bagian, sedangkan perempuan hanya satu bagian.' Abu Hanifah lalu berkata, Itulah Hadist dari kakekmu. Seandainya aku mengubah agama kakekmu melalui jalan qiyas, niscaya aku tegaskan bahwa mestinya laki-laki mendapat satu bagian, sedangkan perempuan memperoleh dua bagian. Sebab, perempuan lebih lemah daripada laki-laki.' Kemudian, Abu Hanifah melanjutkan pertanyaannya, 'Manakah yang lebih utama, Shalat ataukah puasa?' Al-Baqir menjawab, 'Shalat lebih utama daripada puasa.' Abu Hanifah lalu berkata, 'Itulah perkataan kakekmu. Seandainya aku mengubah agama kakekmu melalui qiyas, maka aku pasti memerintahkan seorang perempuan yang telah suci dari haid untuk mengqada shalatnya, tetapi tidak dengan puasanya.' Abu Hanifah melanjutkan, Manakah yang lebih najis, air seni ataukah air mani?

Al-Baqir menjawab, 'Air kencing adalah najis.' Abu Hanifah lalu berkata, 'Itulah perkataan kakekmu.

Seandainya aku mengubah agama kakekmu melalui jalan qiyas, aku pasti akan memerintahkan orang untuk mandi junub setelah kencing dan hanya berwudhu setelah mengeluarkan air mani. Tetapi, aku berlindung kepada Allah Swt. dari mengubah agama kakekmu melalui jalan qiyas.' Muhammad Al-Baqir kemudian bangkit berdiri dari tempat duduknya. la lalu merangkul Abu Hanifah, mencium keningnya, dan menghormatinya."

Berdasarkan dengan cara tanya jawab Abu Hanifah terjadi pembelajaran yang aktif antara guru dan murid, yang mungkin saja cukup efisien diterapkan dalam proses belajar mengajar, karena dengan metode ini, seorang murid mampu memberikan jawaban sekaligus mengemukakan pertanyaan secara baik.

Jurnal yang dikemukakan oleh JPPK (Jurnal pendidikan dan pelajaran khatulistiwa) adalah bukti dari efektivitas metode tanya jawab Abu Hanifah, dengan menggunakan metode tanya Jawab dalam pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan, hasil belajar siswa pada siklus I dengan rata-rata nilai 59,50 (sedang) meningkat menjadi 75,50 (tinggi).

Selain metode tanya jawab, metode yang sering kali juga digunakan Abu Hanifah adalah metode qiyas. Menurut Imam Abu Hanifah, qiyas adalah cara menetapkan hukum bagi suatu kasus baru (yang tidak ada dasarnya dalam nash/teks) dengan membandingkannya dengan kasus lain yang sudah ada hukumnya karena adanya persamaan sebab (illat) yang mendasarinya.

Metode qiyas ini diajarkan dalam pembelajaran dengan menekankan pemahaman mendalam terhadap illat hukum untuk memastikan perbandingan yang akurat dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.

Terdapat banyak qiyas yang digunakan ketika menyampaikan materi pembelajaran. Beliau berpendapat bahwa penggunaan metode qiyas merupakan salah satu hal yang akan membantu murid dalam memahami berbagai materi pelajaran secara mudah.

Abu Hanifah berpendapat bahwa ”Aku lebih menyukai engkau menerangkan sesuatu dengan menggunakan qiyas. Sebenarnya, orang yang bodoh ialah ia yang memberi tumpuan terhadap sesuatu yang dihadapinya dan ia ingin mempelajarinya. Lalu, engkau menggambarkan kepadanya sesuatu yang ia tidak mampu memahaminya. Maka, hendaklah engkau terangkan kepadanya menggunakan qiyas. Sebab, qiyas akan lebih memudahkannya untuk memahami sesuatu.”

Qiyas bisa dibilang cukup penting untuk diaplikasikan dalam aktivitas pelajaran. Karena, metode ini dapat mempermudah murid dalam memahami pelajarannya, bahkan dengan metode qiyas segala persoalan abstrak nan kompleks bisa diterangkan dan dipahami dengan metode qiyas.

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad terdapat peristiwa yang mencontohkan qiyas, Pada suatu hari Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Pada hari ini aku telah melakukan kesalahan besar, yaitu aku mencium (istriku), padahal aku sedang berpuasa”. Menanggapi pengaduan sahabatnya ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda:

"Apa pendapatmu bila engkau berkumur-kumur dengan air, padahal engkau sedang berpuasa ? Sahabat Umar menjawab, “Tentu tidak masalah.” Mendengar jawaban demikian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpalinya dengan bersabda, “Lalu mengapa engkau risau?"

Dari Hadits ini telah terjadi qiyas antara mencium dan berkumur-kumur, Ibnul Qoyyim sendiri menafsirkan Hadits tersebut dengan mengatakan: "sebuah permulaan (Muqodimah) menuju larangan tidak otomatis dilarang. Ini berarti, tindakan pembuka boleh dilakukan selama kita tidak sampai pada larangan utamanya. Contoh terbaik adalah saat berpuasa: mencium itu boleh, karena ia hanya permulaan, meskipun hubungan badan saat puasa itu haram. Sama halnya, berkumur tidak dilarang, padahal menelan air saat puasa itu haram. Intinya, kita harus tahu di mana batas larangan yang sesungguhnya"

Menurut Prof. Dr. Jamal Abdul Aziz, M.Ag. Beliau adalah seorang akademisi di Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri beliau menyimpulkan “Metode qiyas dapat memberi jalan yang lebar, bahwa seluruh persoalan yang di hadapi dapat di temukan dasar hukumnya”

Kesimpulannya, metode belajar yang baik dapat memberikan dampak yang baik pula, karena bisa membantu guru menyampaikan pelajaran dengan mudah, dan murid juga bisa memahami dengan baik. Imam Abu Hanifah adalah tokoh Islam penting Beliau dikenal memiliki dua metode utama: Tanya Jawab dan Qiyas.

 Metode Tanya Jawab yang beliau gunakan mirip dengan metode Sokratik, fungsinya untuk mendorong diskusi aktif dan penalaran mandiri. Melalui dialog kritis, murid dipancing untuk mempertanyakan asumsi dan menemukan jawaban mereka sendiri. Ini menjadikan guru sebagai pemandu, bukan satusatunya sumber ilmu, dan terbukti efektif melatih kemampuan analisis.

 Selain itu, Abu Hanifah mengintegrasikan Qiyas (Analogi) sebagai alat pedagogis untuk mempermudah. Metode Qiyas membantu murid memahami persoalan yang sulit (gharib) dengan mengqiyaskan pada sesuatu yang lebih mudah.

Sebagai penutup, melihat cara Imam Abu Hanifah mengajar dengan metode tanya jawab, agar murid aktif dan memakai analogi (Qiyas) agar hal sulit menjadi mudah, hal ini dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar. Cara beliau tidak hanya membuat murid diam mendengarkan, tetapi benar-benar melatih mereka untuk berpikir dan menganalisis.

 


Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Addariah. Designed by OddThemes