Oleh: Muhammad Zulfikar Rakasiwi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era modern, telah menghasilkan perubahan fundamental dalam kehidupan umat manusia. Fenomena ini menimbulkan tantangan besar bagi dunia dari sisi keagamaan, terutama dalam hal penafsiran ajaran agama dan paham keagamaan. Memahami perbedaan mendasar antara agama sebagai sistem kepercayaan dan paham keagamaan sebagai interpretasi terhadap agama, menjadi sebuah keharusan, agar perkembangan zaman mampu merespon pertumbuhan ilmu pengetahuan secara efektif dan relevan.
Perlu dibedakan antara istilah Ad-Diin (agama) dan Al-Afkar Ad-Diiniyah (pemahaman terhadap ajaran keagamaan) guna menghasilkan nilai yang memiliki relevansi yang dapat diterima oleh banyak pihak.
Menilik dari sejarah, dalam salinan kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu Ashabuhu Subulul wiqaayati Minhu, yang dikarang oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql, terdapat sebuah pembahasan unik yaitu “Sejarah Hitam Perpecahan Umat”, yang sedikit banyaknya menyinggung sosial-historis mengenai istilah Ad-Diin dan Al-Afkaar Ad-Diiniyyah beserta hikmah di dalamnya. Pemisahan antara makna istilah Ad-Diin dan Al-Afkar Ad-Diiniyah dalam konteks sosial historis muncul seiring dengan sejarah perpecahan umat Islam yang berakar dari perbedaan i’tiqad (keyakinan) dan pemikiran keagamaan.
Sejarah awal perpecahan umat Islam diwarnai oleh munculnya berbagai kelompok dengan i’tiqad dan afkar (pemikiran) yang berbeda. Syi’ah, Khawarij,dan Murji’ah sebagai contohnya. Perbedaan pemahaman atas keyakinan dasar dan konsep Ad-Diin (agama), menimbulkan munculnya berbagai aliran yang memisahkan aspek keagamaan yang bersifat ritual dan hukum (Ad-Diin) dengan pemikiran maupun ideologi keagamaan (Al-Afkar Ad-Diiniyah). Hal ini disebabkan oleh akibat pengaruh politik dan konflik internal, seperti masa setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan hingga konflik antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah.
Singkatnya, peristiwa di atas menunjukkan pentingnya membedakan antara Ad-Diin sebagai keyakinan dan ibadah, sedangkan Al-Afkar Ad-Diiniyah sebagai pemikiran atau ideologi keagamaan. Perpecahan yang muncul pada masa awal Islam, bukan sekadar disebabkan oleh perbedaan agama secara murni, melainkan lebih banyak dipicu oleh perbedaan ideologi dan pemikiran keagamaan yang berkembang di kalangan umat, seperti yang terjadi pada beberapa akidah kelompok Syi’ah dan Khawarij. Perbedaan ini juga menjadi penting, karena menunjukkan bagaimana pemikiran keagamaan Al-Afkaar Ad-Diiniyah sangat mempengaruhi stabilitas sosial dan kesatuan umat Islam.
Secara etimologi, istilah Ad-Diin berasal dari bahasa Arab yang merupakan masdar dari kata Daana-yadiinu, yang berarti hutang atau memberi pinjaman. Namun, ia juga memiliki makna yang lebih luas, seperti taat, pahala, ibadah dan lain sebagainya.
Sedangkan Al-Afkar Ad-Diiniyah dapat diterjemahkan sebagai pemikiran-pemikiran keagamaan atau yang lebih dikenal dengan istilah ideologi keagamaan. Secara umum, istilah ini merujuk pada rangkaian pemikiran, interpretasi, dan konsep yang lahir dari tradisi keagamaan dan memiliki keterkaitan dengan keyakinan, ajaran, dan nilai-nilai agama itu sendiri.
Menukil jurnal yang ditulis oleh Fauzan, mahasiswa prodi Pendidikan Agama Islam STAI Jamiatut Tarbiyah Lhoksukon, yang mengutip tulisan Sayyid Muhammad Naquib Al-Attas, bahwa Ad-Diin memiliki empat makna pokok yang saling terkait, diantaranya: keberhutangan (indebtedness) manusia kepada Tuhan karena keberadaannya, kepatuhan atau ketundukan atas perintah Tuhan, kekuasaan hukum bijaksana yang mengatur kehidupan manusia, dan kecenderungan alami atau tuntutan jiwa manusia untuk hidup beradab dan bermasyarakat.
Di sisi yang lain, Ad-Diin juga bukan hanya tentang agama dalam arti konvensional, akan tetapi sebuah keseluruhan sistem kehidupan yang meliputi misi penyelamatan manusia di dunia dan akhirat, termasuk aspek peradaban dan budaya.
Perlu kita ketahui juga, bahwa Al-Afkar Ad-Diiniyah mencerminkan suatu pemikiran yang reflektif dan konseptual, di dalamnya membahas hakikat dan penerapan agama dalam kehidupan umat beragama, serta hubungan antara teks-teks keagamaan dan realita sosial.
Antara Ad-Diin dan Al-Afkaar Ad-Diiniyah, terdapat beberapa aspek perbedaan yang spesifik, seperti makna dasar, karakteristik, hingga tujuan dari kedua perbedaan istilah di atas. Sebagai contoh, Ad-Diin dari aspek sumber utamanya, seperti Al- Qur’an dan Hadis, sedangkan Al-Afkar Ad-Diiniyah seperti perspektif teologis dan filosofis.
Kemudian muncul pertanyaan, apa urgensi dibedakannya Ad-Diin dan Al-Afkar Ad-Diiniyah ? dua lafaz diatas hampir terlihat sama, bahkan hanya dipisahkan oleh istilah Al- Afkaar; hal inilah yang menjadi landasan mengapa harus dibedakan, diantaranya ialah guna menjaga stabilitas agama, memfasilitasi diskursus intelektual, serta menghindari kebingungan.
Sebab, Jika keduanya tidak dibedakan, maka pemahaman agama bisa menjadi kabur dan bercampur dengan opini atau interpretasi yang tidak terkontrol. Pemisahan ini, juga membantu umat Islam dalam memahami mana yang merupakan ajaran pokok yang harus diyakini dan mana yang merupakan kajian intelektual yang memungkinkan terdapat perbedaan pendapat didalamnya.
Tidak dapat dipungkiri juga, apabila istilah Ad-Diin dan Al-Afkar Ad-Diiniyah tidak dibedakan, maka dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, diantaranya seperti kebingungan dalam pemahaman dan praktik agama dalam artian menimbulkan ketidaktegasan antara sistem agama yang normatif Ad-Diin dan pemikiran teologis maupun filsafat keagamaan Al-Afkar Ad-Diiniyah, yang dapat menyebabkan umat mengalami kebingungan dalam memahami mana yang merupakan ajaran pokok yang harus diimani dan diamalkan, dan mana yang merupakan interpretasi atau pendapat yang dapat berbeda, yang mana hal Ini berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dalam praktik keagamaan sehari-hari.
Konflik dan perpecahan juga sebagai contoh, jika kedua istilah diatas dicampur aduk, maka interpretasi pemikiran agama yang bersifat dinamis Al-Afkar Ad-Diiniyah bisa saja dijadikan sebagai bagian dari ajaran agama yang mutlak dan normatif. Hal ini sangat riskan memunculkan konflik internal antar kelompok dalam umat beragama khususnya umat Islam, dan dapat disalahartikan sebagai pembelotan terhadap agama, sehingga berpotensi menimbulkan perpecahan.
Begitu juga kekakuan atau dogmatisme, jika pemikiran keagamaan dianggap sama dengan doktrin agama yang kurang fleksibel, maka akan menimbulkan kekakuan dalam berfikir dan berinovasi. Akibatnya, pemikiran agama akan mengalami stagnan dan tidak mampu menjawab tantangan zaman, bahkan dapat menjadikan umat mudah terjebak pada sikap dogmatis dan intoleransi.
Semua dampak negatif di atas terhimpun di salah satu istilah yang akhir-akhir ini kita kenal sebagai islamophobia. Salah satu kasus yang menjadi faktor meningkatnya penganut islamophobia adalah bom Bali yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan agama Islam, diantaranya jaringan Abu Bakar Baasyir. Peristiwa yang tidak dapat dilupakan oleh sejarah kelam Indonesia, tragedi ini terjadi pada tahun 2002, di tiga titik pulau Dewata, Bali. Dikabarkan terdapat ratusan jiwa yang tewas mengenaskan, sedangkan korban yang selamat mengalami luka bakar yang cukup parah.
Kasus di atas merupakan contoh nyata di Indonesia, di mana oknum mengklaim melakukan aksi berdasarkan pemahaman agama tertentu, yang sebenarnya adalah interpretasi atau pemikiran ekstrem dalam Al-Afkar Ad-Diiniyah (pemikiran keagamaan). Namun, tindakan ini sering disalahartikan sebagai representasi keseluruhan Ad-Diin (agama Islam itu sendiri). Akibatnya, masyarakat luas, termasuk yang non-Muslim maupun Muslim itu sendiri, menjadi curiga dan menilai agama Islam secara keseluruhan sebagai agama yang radikal dan penuh kekerasan. Yang pada akhirnya melahirkan gelombang islamophobia, yaitu ketakutan dan prasangka negatif terhadap Islam dan umat Islam secara umum.
Maka dari itu, ini menunjukkan pentingnya membedakan antara ajaran agama pokok Ad-Diin dengan pemikiran atau ideologi keagamaan Al-Afkar Ad-Diiniyah, agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara masyarakat khususnya antar umat beragama. Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa Ad-Diin adalah konsep yang lebih luas dan paradigma hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan menurut agama, sedangkan Al-Afkar Ad-Diiniyah merupakan kumpulan pemikiran atau wacana intelektual yang berkembang dalam ranah agama itu sendiri.

Posting Komentar