Oleh: Muhammad Jurais
Dalam kehidupan bermasyarakat, perbedaan merupakan sebuah hal yang biasa terjadi. Beberapa orang terbiasa hidup bersisihan, entah dari berbagai latar, suku, dan budaya, bahkan sampai ke pandangan hidup masing-masing. Di tengah keberagaman tersebut, lahirlah sesuatu yang sangat penting urgensinya, yaitu moderasi dan toleransi.
Menurut KBBI, toleransi merupakan sikap menghargai sekaligus menghormati keberagaman budaya, agama, dan juga pandangan hidup di dalam masyarakat, tanpa kehilangan identitas kita. Sikap ini merupakan sebuah kesadaran sekaligus kebijakan dalam menghadapi perbedaan, tetapi bukan berarti menyetujui segala hal, melainkan memberi ruang bagi perbedaan yang masih dibatas wajar tanpa kebencian ataupun paksaan.
Ini senada dengan toleransi di dalam Islam, khususnya yang mengerucut pada hal keagamaan. Sebagaimana yang dikutip di laman Egypt,s Dar Al-Ifta, yang ditulis oleh Duktur Ustman Hasan Al-Khast, bahwa toleransi itu sendiri adalah sebuah manhaj yang umum di dalam Islam, juga jalan kehidupan. Dimana satu sama lain saling memaafkan dan saling memperbolehkan.
Adapun moderasi, juga menurut KBBI memiliki arti pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstriman. Lebih lanjut, menurut Sudarji di dalam bukunya berjudul “Moderasi Islam untuk Peradaban dan Kemanusiaan”, adalah pandangan atau sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap bersebrangan dan berlebihan, sehingga salah satu dari kedua sikap itu yg dimaksud tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang.
Di dalam Islam pun, istilah moderasi dikenal sebagai tawassuth atau wasathiyyah, dimana memiliki arti yang tak jauh beda dari pengertian atas, seperti keadilan, pilihan terbaik, dan pertengahan.
Dua sikap diatas setelah menilik pengertiannya, seakan-akan bersifat mengikat dan saling melengkapi, walaupun beda secara pengertian. Kedua kata tersebut juga memiliki beberapa persamaan, seperti sangat menekankan sikap menghargai perbedaan, juga meiliki orientasi yang sama, yaitu kerukunan dan perdamaian sosial.
Keduanya tentu merupakan pilar kehidupan dan bermasyarakat, dimana keduanya memiliki kepentingan untuk menciptakan kedamaian, keadilan dan keharmonisan. Apabila diterapkan ke diri seseorang, maka toleransi memiliki peranan untuk menumbuhkan sikap saling menghargai, sementara moderasi menjaga keseimbangan di dalam diri agar tidak terjebak di dalam sikap ekstrem.
Salah seorang tokoh sekaligus ulama terkenal, khususnya di Sulawesi, K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle pun sangat menerapkan sekaligus menekankan pentingnya dua sikap diatas. Beliau merupakan mahaguru yang lahir sekitar tahun 1900 M di Kabupaten Wajo. Dengan semangat dakwah dan pancaran keilmuan yang luar biasa, beliau juga berhasil mendirikan salah satu organisasi yang sangat menunjang, sekaligus mewadahi semangat dakwahnya, yaitu DDI (Darud Da’wah wal Irsyad). Sebuah organisasi Islam yang sangat terkenal dan juga masyhur, terutama di daerah Sulawesi.
Lebih lanjut, beliau dalam dakwah nya tidak hanya bermodalkan kata, tetapi ia juga mempraktekkan apa yang ia sampaikan kepada masyarakat. Sebagaimana yang tadi dikemukakan, beliau juga mempraktikkan sikap tersebut kepada masyarakat kala itu. Sebagaimana yang dikutip di dalam buku “Eksistensi Ahli Sunnah wal Jama’ah dalam Pemikiran Islam” karya Dr. Hj. Nurlaelah Abbas, Lc., MA, dimana pada saat itu lagi marak terjadi penyelewengan ajaran islam, diantaranya ada beberapa kelompok yang menganggap bahwa orang yang tidak sepaham dengan kelompok itu, maka dihukumi najis.
Dengan manhaj dan pemikiran beliau yang mengambil sikap moderasi dan toleransi, beliau pada saat itu sama sekali tidak membatasi ataupun menghukumi seseorang sebagaimana kelompok tadi, melainkan beliau menerima semua golongan, sekaligus menjadi penjelas dan penetralisir bagi masyarakat yang masih awam akan hal tersebut.
Selain itu, ada kejadian unik yang pernah terjadi kepada beliau sekitar tahun 1963. Sebagaimana yang ditulis Andi Taufiq pada laman ddi.or.id, Bahwasanya beliau diculik oleh sekelompok pasukan bersenjata DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar. bukan tanpa alasan, beliau dicuri dengan maksud untuk memperkuat kedudukan dan posisi pemimpin kelompok tersebut kala itu.
Dengan kesabaran beliau, ia tidak menganggap kejadian ini merupakan sebuah musibah yang sedang menimpa dirinya, akan tetapi tanpa melupakan niat beliau yang ingin meneruskan misi pendidikan dan dakwah yang ia cita-citakan sejak kecil, maka beliau tetap meneruskan dakwahnya bahkan sampai ke suatu tempat yang seharusnya beliau tidak ada di tempat tersebut.
Seakan memasuki kandang singa, beliau memiliki pemahaman yang sangat berbeda dengan kebanyakan penganut anggota DI/TII pada saat itu. Dimana pada saat itu beliau dikenal berpaham Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang benar, justru dihadapkan dengan sekelompok orang yang bermayoritaskan paham wahabi, dan sebagiannya tidak menghiraukan mazhab sama sekali.
Dengan kepintaran beliau, akhirnya ia meneruskan dakwah dan pemikirannya melalui pengajian kecil yang didirikan kelompok tersebut. Walaupun agak berat dan tak jarang mendapatkan berbagai macam benturan pada kelompok tadi, beliau pun perlahan perlahan membuka hati beberapa orang pada kelompok tersebut, yang bahkan langsung menjadi muridnya beliau.
Sebagaimana kisah diatas, beliau telah mempraktekkan apa yang seharusnya seorang pendakwah miliki, seperti sikap moderasi beliau yang memiliki pemahaman yang moderat, tidak seperti mayoritas anggota kelompok tersebut. Toleransi pun demikian, beliau sangat sabar dan tidak serta merta menuduh ajaran yang ada pada kelompok tersebut sebagai sebuah penyelewengan, beliau mengambil hati pengikutnya melalui pengajian kecil-kecilan juga memberikan ajaran paham Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang benar pada mereka.
Pada akhirnya, beliaupun dikenal sebagai ulama yang menampilkan perpaduan kuat antara toleransi dan moderasi dalam seluruh kiprah dakwahnya. Dengan pendekatan beliau, ia mampu menjaga keseimbangan antara prinsip syariah dan kearifan lokal, sekaligus dari cara beliau membangun dialog, kedekatan sosial, dan kerja sama dengan berbagai kalangan tanpa memandang status.
Kedua sifat tersebut, bukan hanya melekat pada pribadi beliau, tetapi tentu menjadi fondasi penting dalam gerakan dakwah dan pendidikan yang diwariskannya melalui DDI, sehingga menjadikan beliau teladan ulama yang sejuk juga berorientasi pada kemaslahatan umat.

Posting Komentar